Aku akan mem-post tulisan selama bulan Desember. Tulisan terakhir di tahun 2011. Welcome 2012!
Kamis, 1 Desember 2011
Hari Rabu aku tidak menulis, seperti yang sudah kusampaikan.
Hari ini hari pertama ulangan umum. Gagal rencanaku untuk
menemukan ruangan Re- lalu memandanginya sampai puas.
Sebelum masuk ruangan,
pagi hari aku dan temanku duduk bersila di depan tangga. Tidak persis di depannya, tapi aku dapat melihat dengan jelas siapa yang datang. Lalu Use datang dengan seragam putih-abunya. Ia berdiri di depanku memberiku pemandangan celana abunya. Entah hanya fantasiku, kakinya menunjukku, yang artinya ia berhadapan denganku. Tak lama ia pergi lagi.
pagi hari aku dan temanku duduk bersila di depan tangga. Tidak persis di depannya, tapi aku dapat melihat dengan jelas siapa yang datang. Lalu Use datang dengan seragam putih-abunya. Ia berdiri di depanku memberiku pemandangan celana abunya. Entah hanya fantasiku, kakinya menunjukku, yang artinya ia berhadapan denganku. Tak lama ia pergi lagi.
Apa aku perlu ke dokter? Aku merasa kesehatan jiwaku memburuk.
Fantasi gila yang merasuki otakku hingga tak jelas batas antara fakta dan
mimpi. Kepalaku juga sering sakit akhir-akhir ini. Pertanda gangguan jiwa?
Jumat, 2 Desember 2011
Hari kedua ulangan umum telah berlalu.
Hari ini aku baru tahu, bahwa kelas 12 dihitung mulai dari
IPS. Berarti Re- ada di lantai bawah. Sewaktu menuruni tangga untuk pulang, aku
melihatnya melintas depan tangga sambil memperhatikan sesuatu di tangga yang
sedang kuturuni. Apa ia memandang ke arahku? Aku memang senang karena bisa melihat
wajahnya, tapi bukan berarti aku tidak khawatir. Khawatir ia tau perasaanku.
Atau ia merasa aneh denganku? Apapun itu, bisa saja. Temanku yang berjalan di
depanku senyum-senyum menatapku. Aku pura-pura saja tidak tahu. Mujur lagi, di
parkiran motor, ada dia dengan gerombolannya lagi sedang menunggu dan berteduh
karena gerimis. Aku mencari tempat paling aman dan nyaman untuk mendapat
pemandangan indah. Walaupun pemandangan dari belakang. Aku bahkan sampai naik
ke atas jalan menuju kantin berharap lebih bisa memandangnya. Lalu aku lupa dan
sibuk dengan temanku.
Aku kembali mencari dia saat akan keluar untuk pulang. Tak
dinyana, ia sedang berdiri di pintu penumpang mobil yang terbuka dengan wajah
tawa menatap teman-temannya yang berdiri di belakangku. Otomatis aku bisa
melihat wajahnya. Terpaku sebentar, ia masuk ke dalam mobil itu.
Sayangnya, aku sedang berada dalam beberapa kekhawatiran.
Aku merasa jauh dari teman-temanku. Rasanya tidak sedekat yang dulu. Apa karena
aku sombong? Kemungkinan ini terlintas begitu saja saat aku tengah menulis. Sepertinya
aku telah salah bicara. Aku akan berusaha lebih keras lagi, teman.
Jumat, 9 Desember 2011
Waktu itu sempat kubilang ada acara menonton film dari
sekolah kan? Kabar buruk. Yang menonton hanya kelas 1 dan 2 saja. Itupun untuk
tugas. Yang menjadi mengesalkan bukan tugasnya, tapi kenyataan bahwa kelas 3
tidak ikut menonton. Lalu kekesalan itu dikuadratkan dengan adanya tugas.
Begitu kronologinya. Argh!
Seminggu telah berlalu sejak terakhir aku menulis. Selain aku
yang sibuk belajar untuk ulangan umum, tidak ada yang terjadi. Sebenarnya
kemarin aku ingin menulis, karena saat pagi aku berjalan di bawah, terdengar
suara Re- dari lantai 2. Melihat bagian belakangnya saja aku tahu itu dia. Tapi
karena rabun jauh yang diderita mataku, jadi aku tidak terlalu yakin. Tapi hari
ini aku melihatnya, lho. Saat istirahat sebelum ulangan kedua, aku ke turun ke
lantai 3 untuk makan bersama teman-teman sekalian. Tak ku sangka beberapa menit
sebelum bel Re- naik ke lantai 3 ke arah ruang guru. Temanku yang suka
meledekiku sedang sibuk dengan blackberry
dengan headset dan buku
sosiologinya atau karena apapun itu, ia absen meledekiku kali ini.
Aku jadi
salah tingkah sendiri. Beberapa kali aku mencuri kesempatan untuk sekedar
melihatnya. Tidak ada yang menyadari frekuensi ku menengok yang cukup tinggi.
Setidaknya mereka tidak mengatakannya. Jadilah aku kesenangan sendiri, menutup
sebagian wajahku dengan buku sosiologi atau bergerak-gerak tidak jelas. Kuakui
ada sedikit overacting saat ku tahu
ia ada di sana. Aku harus berlatih agar tampak seperti tidak terjadi apa-apa.
Masih ingat Use? Mungkin karena pelajaran yang mendominasi
otakku, aku hanya merasa tidak leluasa di dekatnya. Aku tidak menggilainya
seperti dulu. Sayonara, Use!
Kamis, 15 Desember 2011
Hampir seminggu aku absen menulis catatan harian ini. Karena
memang tidak ada yang bisa kuceritakan. Jadi aku menyelesaikan cerpen saja. Aku
baru pulang dari hangout bersama yang
lain ke sebuah mall terdekat. Sebenarnya aku tidak terlalu ingin kabur, tapi
aku juga tidak banyak bisa melihatnya. Hari ini sekolah mengadakan class meeting. Tentu saja alasan
terbesarku untuk tetap masuk sekolah adalah karena dia pasti di sana. Dia yang
kumaksud di sini adalah Re-. Dia mengenakan T-shirt biru tua gelap, dipadukan
dengan celana basket putih dengan garis merah atau jingga-entahlah-bernomor 17
(aku yakin aku sangat ingat, tapi terlalu lama sejak aku melihatnya dengan
menulis ini, keburu lupa). Sepatunya berwarna hitam dengan corak merah. Aku
pertama melihatnya ketika temanku membeli makanan di ruang 10-C yang terletak
di lantai dasar. Aku pasti akan sangat puas memandanginya bila kami duduk di
bawah. Bahkan aku pertama menyadarinya dari bawah. Tapi kami duduk di atas,
jadi aku menonton dari atas. Saat jeda pertandingan, ia datang ke lingkaran
anak-anak yang sedang bermain sepak bola. Seperti minta di ajak bermain. Banyak
juga tingkahnya yang gila. Misalnya, saat lagu jet-lag milik Simple Plan di putar dari speaker ia berlagak asik bermain gitar sambil mengangguk-anggukan
kepala. Temanku yang suka meledekiku, (agar tidak susah kutulis saja dia dengan
nama panggilan Oni) tau keberadaan Re- di lapangan. Jadi aku lebih waspada
dalam memandangi Re-, takut ketahuan. Kalau saja Re- lebih sering ke lapangan, koridor
lantai 2 adalah tempat VIP. Memang terasa aneh memandang dari atas, karena yang
terlihat hanya rambutnya saja. Tapi keuntungan terbesarnya adalah kau dapat
memandangi dia tanpa sekalipun ia menyadari keberadaanmu. Aku jelas-jelas
langsung melihat matanya, tapi tak sekalipun ia tampak merasa di pandangi. Dari
gedung SMP, aku dan teman-teman semua berjalan untuk pulang. Keluar gedung SMP
ke SMA, Re- duduk di sana dengan menampang wajah dihiasi garis lebar melengkung
yang dibentuk bibirnya dengan arah pandangan di mana aku termasuk. Sampai frame terakhir wajahnya di otakku ia
tidak merubah ekspresi wajahnya itu dan membuatku malu. Sebelumnya, saat aku
dan temanku berjalan menuju SMP dan Re- duduk saja membuatku salah
tingkah. Sementara pelaku pembuatku salah tingkah saja belum tentu tahu aku ada
di sana.
Dan kalian tahu? Di depan beberapa kakak kelas yang duduk di
tangga, aku jatuh bertumpu pada lutut kananku. Memalukan.
Jumat, 16 Desember 2011
Dijadwalkan hari ini melanjutkan pertandingan antar kelas
kemarin, tapi untuk kelas 10 dan 11 ada acara nobar (nonton bareng) sebuah film rohani berjudul Laura. Film yang
menyedihkan. Temanku sampai menangis. Kalau aku hanya tergenang. Hahaha jadi
malu. Film selesai sekitar jam 10, kami melanjutkannya dengan makan. Lalu
pulang. Aku melewatkan kesempatan untuk bisa melihatnya terakhir kali di tahun
2011. Kegiatan belajar-mengajar baru dimulai lagi tanggal 4 tahun depan. Tanpa
terasa 1 semester telah berlalu. Tak banyak waktu yang kumiliki. Semester 2
yang terbilang singkat, ditambah ia sibuk mempersiapkan Ujian Nasional. Dari
yang lalu-lalu, bulan Mei adalah bulan berakhirnya seperangkat ujian. Dari
ulangan umum, ujian praktek, ujian akhir sekolah, sampai ujian Nasional. Kami
kelas 10 & 11 akan banyak diliburkan sehubungan berlangsungnya ujian. Bulan
Juni ia akan mencorat-coret seragam, atau bila ia berbudi akan disumbangkan
kepada yang membutuhkan. Bulan Agustus ia akan mulai ke perguruan tinggi. Tanpa
seragam putih abu atau rambut yang rapi yang tidak menyentuh telinga dan kerah
baju. Dengan t-shirt dan jeans
panjang berjalan menuju kampus. Tidak ada upacara bendera 17-an atau class meeting. Kesibukan belajar
membuatnya memilih tidak masuk organisasi kampus. Ia masih memakai kacamata.
Masih bersuara lantang nan merdu. Masih berdiri tegap yang bertumpu pada 2
kaki, layaknya pemimpin upacara. Ia masih Re- yang sama. Atau bila waktu
membuatnya menjadi lain, dan aku juga berubah seiring umur. Ia tetap Re- dan
aku tetap aku. Suatu saat aku akan menceritakan ini pada anak perempuanku yang
sedang beranjak dewasa sambil tertawa. Aku akan semakin tua dan mungkin bila
kita berpapasan di jalan aku tidak lagi mengenalimu. Atau mobilmu menyenggol
mobilku membuat kita ribut di tengah jalan. Bisa juga kisah drama terjadi, kau
menabrakku lalu serangkaian kisah membuat kita saling jatuh cinta. Aku tidak
berani bilang aku sudah mencintaimu, karena aku tidak tahu apa itu cinta. Aku
sering menyepelekan sesuatu. Mencemooh bahwa sesuatu itu bukan perkara sulit.
Tapi nyatanya aku tidak mampu. Pengalaman membuatku lebih berhati-hati. Aku
sendiri belum berpengalaman tentang cinta. Jadi lebih baik aku tidak bilang
cinta kan? Masa laluku cukup gila. Aku bahkan malu untuk mengungkapkannya. Di
masa sekarang, menjadikannya friend
di facebook-ku pun aku tidak berani.
Aku pikir memendam perasaan adalah hal kecil. Tapi toh aku meluapkannya pada
orang tuaku. Akhir-akhir ini aku berpikir mereka tidak cocok menjadi tempat
curhatku. Aku ingin seseorang untuk menceritakan segalanya, lalu menangisinya
sampai habis. Berharap setelah menangis dunia berpihak padaku. Tapi semuanya
salah. Aku ada maupun tidak bumi terus berputar. Waktu tetap berdetik. Tidak
peduli aku ingin dia cepat atau lambat berlalu. Belasan tahun aku hidup,
semuanya terasa mimpi. Kadang aku berharap Tuhan tidak pernah mengadakanku. Tentu
saja ini hanya kisah galau yang kutulis karena aku sendirian di rumah. Semuanya
akan lupa saat bermain zenonia atau angry birds
serta permainan adiktif lainnya. Saat aku ingat atau lupa, suka atau kesal, Re-
tetap Re-. Aku hanya figuran yang tampil sebentar di tahun terakhirnya di SMA. Ia
menggaruk kepalanya kebingungan bila seseorang bertanya tentangku. Perempuan
culun yang berdiri di depan pintu saat aku ceramah pagi di depan kelas 10
karena terlambat datang? Atau, perempuan rambut jamur berkacamata yang
seragamnya kebesaran dan rok kepanjangan? Oh, dia yang sering memperhatikanku,
lebih tepatnya memelototiku dan bertindak berlebihan, lebih tepatnya menjijikan
bila aku di dekatnya. Ah, dia sering membuka profile facebook-ku dan
melihat-lihat foto dan wall-ku tapi
tidak berani nge-add. Yang temannya selalu cengegesan bila
melihatku? Dan yang lebih buruk. Siapa dia? Atau kebetulan aku memasuki
universitas dan jurusan yang sama dengannya, lalu ia akan terkejut mengetahui
kami berasal dari SMA yang sama. Katakan “Aku tidak pernah melihatmu” lalu di
sana saat itu juga aku akan tertawa. Aku pulang cepat dan berharap bisa
menangis sepuasnya di rumah tapi air mata tidak kunjung keluar. Bukannya tidak
sedih, emosi hilang di perjalanan dan menyisakan frustasi. Sudahlah. Masih
tersisa kurang dari 1 semester lagi. Sebelum ia pergi aku akan melupakannya.
Apa bisa? Ya ga bisa. Setelah ia pergi baru aku akan lupa. Sehingga bila ia bilang
tidak pernah melihatku, aku akan bilang bahwa aku juga. Atau aku bilang bahwa
aku tahu dia menjabat posisi penting di OSIS dulu. Lalu ia akan teringat bahwa
aku murid salah satu kelas 10 yang ia kunjungi akibat kepasifannya saat masa
orientasi. Atau kelas yang ia beri tanda tangan gratis sebagai hadiah kemajuan
yang dicapai. Semua yang ku ungkapkan tidak mungkin, karena ia adalah anak IPA
sementara tujuanku IPS. Pribadinya akan berkembang dan aku juga begitu. Tapi
masa lalu akan tetap seperti itu. Fakta bahwa aku pernah mengisi beberapa menit
hidupnya sementara ia mengisi ratusan menit di otakku dan berlembar-lembar
kertas fiktif ungkapan pikiranku. Dia tidak kampanye untuk mendapat tempat
penting di hatiku, atau menyanyi dan berperan agar aku berseru bahagia saat dia
datang. Ini memang sedikit tidak adil, karena yang aku puja adalah sesuatu yang
bukan abadi. Tapi memang tidak ada yang abadi, kan ?
Kamis, 22 Desember 2011
Selamat hari Ibu! Aku absen menulis selama libur sekolah.
Karena duniaku adalah dunia SMA, tanpa hidup di sana aku tidak bisa menulis.
Sore ini aku menonton drama Korea yang diputar di sebuah stasiun TV swasta. Sungkyunkwan
Scandal. Drama itu adalah episode ke 19 dari 20. Beberapa hal membuatku sadar.
Sebenarnya ini dari episode kemarin. Dikisahkan seorang gadis yang pintar dari
semasa kecilnya. Sayang, peradaban kuno tidak menyempatkan seorang wanita belajar
seperti sekarang. Mereka hanya dibesarkan untuk menjadi istri orang lain, bukan
sebuah pribadi. Bayangan pria, begitu katanya. Gadis ini tumbuh tanpa mampu
mengingat wajah ayahnya. Saat memikirkan tentah ayah, yang ia rasakan adalah
semilir angin dingin di hatinya, karena ia selalu duduk di luar saat mencuri
dengar ayahnya yang tengah bercerita untuk adiknya. Lalu si adik bertanya.
“Apa
kakak benar-benar tidak tahu?” gadis itu bertanya balik melalui matanya.
“Ayah selalu duduk di dekat pintu dan mengeraskan suaranya. Ia
membacakan cerita yang terlalu sulit untuk kumengerti. Aku hanya bermain di
pangkuannya. Ayah membacakan cerita untukmu, kak,” jawab adiknya.
Sebenarnya aku bukan pertama kali mendengarnya. Malam
sebelumnya, lewat internet aku sudah membaca tulisan yang menceritakan tentang
episode itu. Anehnya, ketika keesokan sorenya aku menonton dengan suara para
pengisi, air mataku menggenang. Padahal semalam aku tidak kenapa-napa. Sepertinya
pengaruh lagu yang mengiringi dan ekspresi para pemain. Dengan ini aku
menjadikannya salah satu scene yang
paling kusuka. Sebenarnya banyak, tapi aku baru mulai memutuskan untuk mencatat
segalanya.
Beberapa yang lain juga membuatku tertarik. Agar
lebih mudah kurangkum saja, karena lupa detailnya. Di drama yang sama, pemain
yang lain. Anak laki-laki yang kehilangan kakaknya. Ia menemukan di kamar
ayahnya dokumen tentang kematian kakaknya. Anak ini berpikir kalau ayahnya
tidak peduli dengan kakaknya. Sehingga si anak melakukan segalanya untuk
mewujudkan impian kakaknya. Impian yang membuat kakaknya mati. Si anak sadar ia
salah menilai ayahnya. Seorang ayah yang membalas dendam dengan caranya. Hidup
seperti mati, sambil menunggu saat yang tepat. 10 tahun bungkam, sebagai cara
terbaik untuk melindungi keluarganya. Si anak memaksa ayahnya untuk tidak
melakukan sesuatu dengan mengancam akan menyerahkan diri. Si anak dikurung
ayahnya sendiri. Saat menemuinya, si anak memohon pada ayahnya, untuk tidak
membuatnya benci lagi pada ayahnya sendiri. Karena rasanya seperti di neraka.
Ayahnya tanpa kata keluar dari sana. Ketika si anak kabur bersama
teman-temannya, ayahnya hanya bilang,
“Biarkan
saja,”. Cool !
Drama ini akan masuk sebagai drama favoritku. 2 pemain
tampan merupakan salah satu faktor. Tapi ceritanya lebih mengagumkan. Sedikit
klise memang, tokoh utamanya seorang wanita cantik yang ceria, pintar, dan baik
hati. Sementara yang paling kusukai adalah 1 dari 4 pemain utama. Seorang pria
tampan yang merupakan anak dari seorang pedagang kaya. Ia cerdas dan lucu. Lalu
yang seorang lagi pemeran antagonis. Sepertinya ia tidak terlalu diperhatikan,
padahal ia tampan. Hehehe. Drama ini
berkaitan erat dengan hubungan ayah-anak. Gadis tadi ditinggalkan ayahnya
ketika berumur 12 tahun. Pria pemeran utama yang menjadi pasangan gadis itu
adalah anak tunggal perdana menteri yang menutupi kasus pembunuhan ayah si
gadis. Pria ini melawan ayahnya karena perbedaan pandangan, apa yang
masing-masing anggap kebenaran. Ia ikut mencari surat yang akan menghancurkan
ayahnya. Yang satu lagi salah menilai bahwa ayahnya tidak peduli. Kenyataannya
mereka berdua sama menyimpan dendam, hanya berbeda cara menyampaikannya.
Sementara pedagang kaya itu menyuruh anaknya menikah dengan seorang putri
pejabat dan ia menolak. Mimpi mereka sama, negeri yang baru.
Gadis itu harus berpura-pura menjadi pria agar bisa bekerja
layak. Pedagang non-bangsawan yang harus membeli silsilah agar putranya bisa
belajar di universitas khusus bangsawan. Ketua mahasiswa yang mati dalam tugasnya
menyampaikan surat menuju negeri yang baru meninggalkan adik dan ayahnya.
Bersama professor yang bersama ketua mahasiswa mempertaruhkan hidupnya untuk
negeri yang baru agar putrinya bisa belajar baik meninggalkan gadisnya bersama
ibu dan adiknya yang sakit-sakitan.
Sebuah negeri dengan penyetaraan derajat wanita dan pria. Di
mana status sosial tidak membedakan yang satu dengan yang lainnya. Negeri
impian kakak yang sangat ia cintai, juga ayah yang bahkan wajahnya tidak lagi
teringat. Sementara pria yang satu lagi aku tidak terlalu paham motivasinya.
Mereka mengatakan kita tidak bisa memilih orang tua, tidak juga jenis kelamin
kita.
Mengutip dari seseorang, bahkan kita tidak berkehendak untuk
lahir. Sangat tidak adil bahwa manusia yang tidak pernah berharap dirinya ada,
lalu harus mati karena dosa. Atau karena ia tidak mendengar kebenaran yang
lazim disebut agama. Bagi mereka yang percaya kehidupan sesudah kematian, akan
ke mana mereka ? Ke tempat indah yang kita sebut surga? Atau yang luar biasa
panas, neraka? Ini bukan pembahasan lintas agama. Aku bahkan tidak menyebutkan
suatu agama.
Selasa, 27 Desember 2011
Hei. Selama liburan ini, Use hampir tidak pernah kupikirkan
lagi. Maksudku, Re- kembali meraih peringkat 1. Kemarin aku sempat menulis
tentang dia hingga selembar kan? Memang kurang jelas tujuan atau isi tulisan
itu selain spontanitas otakku. Kemarin aku sempat bermimpi tentang Re-.
Kira-kira ceritanya aku nekat bicara pada Re- untuk membantuku mengerjakan
tugas atau apalah itu di rumahnya. Lalu aku sadar itu gila. Tiba harinya, Re-
membuntutiku yang memutuskan mengabaikan janji yang kubuat. Sepertinya aku
berada di jemputan Re-. Tetapi aku bersembunyi, lalu saat aku mengintip, Re-
sedang berbicara dengan orang lain. Dan dalam hati aku menyesal tidak
mengajaknya berbicara malah bersembunyi. Entahlah. Mimpi yang aneh.
Hari ini tanggal 31 Desember 2011 kan? Simpan perkataanku hingga sekitar 7 jam lagi.
Happy New Year! (: