Sabtu, 31 Desember 2011

Last Month Of The Year

Kemarin aku pergi seharian bersama keluarga, jadi tidak sempat lagi. -.-"
Aku akan mem-post tulisan selama bulan Desember. Tulisan terakhir di tahun 2011. Welcome 2012!


Kamis, 1 Desember 2011

Hari Rabu aku tidak menulis, seperti yang sudah kusampaikan.
Hari ini hari pertama ulangan umum. Gagal rencanaku untuk menemukan ruangan Re- lalu memandanginya sampai puas.

Sebelum masuk ruangan,
pagi hari aku dan temanku duduk bersila di depan tangga. Tidak persis di depannya, tapi aku dapat melihat dengan jelas siapa yang datang. Lalu Use datang dengan seragam putih-abunya. Ia berdiri di depanku memberiku pemandangan celana abunya. Entah hanya fantasiku, kakinya menunjukku, yang artinya ia berhadapan denganku. Tak lama ia pergi lagi.

Apa aku perlu ke dokter? Aku merasa kesehatan jiwaku memburuk. Fantasi gila yang merasuki otakku hingga tak jelas batas antara fakta dan mimpi. Kepalaku juga sering sakit akhir-akhir ini. Pertanda gangguan jiwa?

Jumat, 2 Desember 2011

Hari kedua ulangan umum telah berlalu.
Hari ini aku baru tahu, bahwa kelas 12 dihitung mulai dari IPS. Berarti Re- ada di lantai bawah. Sewaktu menuruni tangga untuk pulang, aku melihatnya melintas depan tangga sambil memperhatikan sesuatu di tangga yang sedang kuturuni. Apa ia memandang ke arahku? Aku memang senang karena bisa melihat wajahnya, tapi bukan berarti aku tidak khawatir. Khawatir ia tau perasaanku. Atau ia merasa aneh denganku? Apapun itu, bisa saja. Temanku yang berjalan di depanku senyum-senyum menatapku. Aku pura-pura saja tidak tahu. Mujur lagi, di parkiran motor, ada dia dengan gerombolannya lagi sedang menunggu dan berteduh karena gerimis. Aku mencari tempat paling aman dan nyaman untuk mendapat pemandangan indah. Walaupun pemandangan dari belakang. Aku bahkan sampai naik ke atas jalan menuju kantin berharap lebih bisa memandangnya. Lalu aku lupa dan sibuk dengan temanku.

Aku kembali mencari dia saat akan keluar untuk pulang. Tak dinyana, ia sedang berdiri di pintu penumpang mobil yang terbuka dengan wajah tawa menatap teman-temannya yang berdiri di belakangku. Otomatis aku bisa melihat wajahnya. Terpaku sebentar, ia masuk ke dalam mobil itu.

Sayangnya, aku sedang berada dalam beberapa kekhawatiran. Aku merasa jauh dari teman-temanku. Rasanya tidak sedekat yang dulu. Apa karena aku sombong? Kemungkinan ini terlintas begitu saja saat aku tengah menulis. Sepertinya aku telah salah bicara. Aku akan berusaha lebih keras lagi, teman.

Jumat, 9 Desember 2011

Waktu itu sempat kubilang ada acara menonton film dari sekolah kan? Kabar buruk. Yang menonton hanya kelas 1 dan 2 saja. Itupun untuk tugas. Yang menjadi mengesalkan bukan tugasnya, tapi kenyataan bahwa kelas 3 tidak ikut menonton. Lalu kekesalan itu dikuadratkan dengan adanya tugas. Begitu kronologinya. Argh!

Seminggu telah berlalu sejak terakhir aku menulis. Selain aku yang sibuk belajar untuk ulangan umum, tidak ada yang terjadi. Sebenarnya kemarin aku ingin menulis, karena saat pagi aku berjalan di bawah, terdengar suara Re- dari lantai 2. Melihat bagian belakangnya saja aku tahu itu dia. Tapi karena rabun jauh yang diderita mataku, jadi aku tidak terlalu yakin. Tapi hari ini aku melihatnya, lho. Saat istirahat sebelum ulangan kedua, aku ke turun ke lantai 3 untuk makan bersama teman-teman sekalian. Tak ku sangka beberapa menit sebelum bel Re- naik ke lantai 3 ke arah ruang guru. Temanku yang suka meledekiku sedang sibuk dengan blackberry dengan headset dan buku sosiologinya atau karena apapun itu, ia absen meledekiku kali ini. 

Aku jadi salah tingkah sendiri. Beberapa kali aku mencuri kesempatan untuk sekedar melihatnya. Tidak ada yang menyadari frekuensi ku menengok yang cukup tinggi. Setidaknya mereka tidak mengatakannya. Jadilah aku kesenangan sendiri, menutup sebagian wajahku dengan buku sosiologi atau bergerak-gerak tidak jelas. Kuakui ada sedikit overacting saat ku tahu ia ada di sana. Aku harus berlatih agar tampak seperti tidak terjadi apa-apa.

Masih ingat Use? Mungkin karena pelajaran yang mendominasi otakku, aku hanya merasa tidak leluasa di dekatnya. Aku tidak menggilainya seperti dulu. Sayonara, Use!

Kamis, 15 Desember 2011

Hampir seminggu aku absen menulis catatan harian ini. Karena memang tidak ada yang bisa kuceritakan. Jadi aku menyelesaikan cerpen saja. Aku baru pulang dari hangout bersama yang lain ke sebuah mall terdekat. Sebenarnya aku tidak terlalu ingin kabur, tapi aku juga tidak banyak bisa melihatnya. Hari ini sekolah mengadakan class meeting. Tentu saja alasan terbesarku untuk tetap masuk sekolah adalah karena dia pasti di sana. Dia yang kumaksud di sini adalah Re-. Dia mengenakan T-shirt biru tua gelap, dipadukan dengan celana basket putih dengan garis merah atau jingga-entahlah-bernomor 17 (aku yakin aku sangat ingat, tapi terlalu lama sejak aku melihatnya dengan menulis ini, keburu lupa). Sepatunya berwarna hitam dengan corak merah. Aku pertama melihatnya ketika temanku membeli makanan di ruang 10-C yang terletak di lantai dasar. Aku pasti akan sangat puas memandanginya bila kami duduk di bawah. Bahkan aku pertama menyadarinya dari bawah. Tapi kami duduk di atas, jadi aku menonton dari atas. Saat jeda pertandingan, ia datang ke lingkaran anak-anak yang sedang bermain sepak bola. Seperti minta di ajak bermain. Banyak juga tingkahnya yang gila. Misalnya, saat lagu jet-lag milik Simple Plan di putar dari speaker ia berlagak asik bermain gitar sambil mengangguk-anggukan kepala. Temanku yang suka meledekiku, (agar tidak susah kutulis saja dia dengan nama panggilan Oni) tau keberadaan Re- di lapangan. Jadi aku lebih waspada dalam memandangi Re-, takut ketahuan. Kalau saja Re- lebih sering ke lapangan, koridor lantai 2 adalah tempat VIP. Memang terasa aneh memandang dari atas, karena yang terlihat hanya rambutnya saja. Tapi keuntungan terbesarnya adalah kau dapat memandangi dia tanpa sekalipun ia menyadari keberadaanmu. Aku jelas-jelas langsung melihat matanya, tapi tak sekalipun ia tampak merasa di pandangi. Dari gedung SMP, aku dan teman-teman semua berjalan untuk pulang. Keluar gedung SMP ke SMA, Re- duduk di sana dengan menampang wajah dihiasi garis lebar melengkung yang dibentuk bibirnya dengan arah pandangan di mana aku termasuk. Sampai frame terakhir wajahnya di otakku ia tidak merubah ekspresi wajahnya itu dan membuatku malu. Sebelumnya, saat aku dan temanku berjalan menuju SMP dan Re- duduk saja membuatku salah tingkah. Sementara pelaku pembuatku salah tingkah saja belum tentu tahu aku ada di sana.

Dan kalian tahu? Di depan beberapa kakak kelas yang duduk di tangga, aku jatuh bertumpu pada lutut kananku. Memalukan.

Jumat, 16 Desember 2011

Dijadwalkan hari ini melanjutkan pertandingan antar kelas kemarin, tapi untuk kelas 10 dan 11 ada acara nobar (nonton bareng) sebuah film rohani berjudul Laura. Film yang menyedihkan. Temanku sampai menangis. Kalau aku hanya tergenang. Hahaha jadi malu. Film selesai sekitar jam 10, kami melanjutkannya dengan makan. Lalu pulang. Aku melewatkan kesempatan untuk bisa melihatnya terakhir kali di tahun 2011. Kegiatan belajar-mengajar baru dimulai lagi tanggal 4 tahun depan. Tanpa terasa 1 semester telah berlalu. Tak banyak waktu yang kumiliki. Semester 2 yang terbilang singkat, ditambah ia sibuk mempersiapkan Ujian Nasional. Dari yang lalu-lalu, bulan Mei adalah bulan berakhirnya seperangkat ujian. Dari ulangan umum, ujian praktek, ujian akhir sekolah, sampai ujian Nasional. Kami kelas 10 & 11 akan banyak diliburkan sehubungan berlangsungnya ujian. Bulan Juni ia akan mencorat-coret seragam, atau bila ia berbudi akan disumbangkan kepada yang membutuhkan. Bulan Agustus ia akan mulai ke perguruan tinggi. Tanpa seragam putih abu atau rambut yang rapi yang tidak menyentuh telinga dan kerah baju. Dengan t-shirt dan jeans panjang berjalan menuju kampus. Tidak ada upacara bendera 17-an atau class meeting. Kesibukan belajar membuatnya memilih tidak masuk organisasi kampus. Ia masih memakai kacamata. Masih bersuara lantang nan merdu. Masih berdiri tegap yang bertumpu pada 2 kaki, layaknya pemimpin upacara. Ia masih Re- yang sama. Atau bila waktu membuatnya menjadi lain, dan aku juga berubah seiring umur. Ia tetap Re- dan aku tetap aku. Suatu saat aku akan menceritakan ini pada anak perempuanku yang sedang beranjak dewasa sambil tertawa. Aku akan semakin tua dan mungkin bila kita berpapasan di jalan aku tidak lagi mengenalimu. Atau mobilmu menyenggol mobilku membuat kita ribut di tengah jalan. Bisa juga kisah drama terjadi, kau menabrakku lalu serangkaian kisah membuat kita saling jatuh cinta. Aku tidak berani bilang aku sudah mencintaimu, karena aku tidak tahu apa itu cinta. Aku sering menyepelekan sesuatu. Mencemooh bahwa sesuatu itu bukan perkara sulit. Tapi nyatanya aku tidak mampu. Pengalaman membuatku lebih berhati-hati. Aku sendiri belum berpengalaman tentang cinta. Jadi lebih baik aku tidak bilang cinta kan? Masa laluku cukup gila. Aku bahkan malu untuk mengungkapkannya. Di masa sekarang, menjadikannya friend di facebook-ku pun aku tidak berani. Aku pikir memendam perasaan adalah hal kecil. Tapi toh aku meluapkannya pada orang tuaku. Akhir-akhir ini aku berpikir mereka tidak cocok menjadi tempat curhatku. Aku ingin seseorang untuk menceritakan segalanya, lalu menangisinya sampai habis. Berharap setelah menangis dunia berpihak padaku. Tapi semuanya salah. Aku ada maupun tidak bumi terus berputar. Waktu tetap berdetik. Tidak peduli aku ingin dia cepat atau lambat berlalu. Belasan tahun aku hidup, semuanya terasa mimpi. Kadang aku berharap Tuhan tidak pernah mengadakanku. Tentu saja ini hanya kisah galau yang kutulis karena aku sendirian di rumah. Semuanya akan lupa saat bermain zenonia atau angry birds serta permainan adiktif lainnya. Saat aku ingat atau lupa, suka atau kesal, Re- tetap Re-. Aku hanya figuran yang tampil sebentar di tahun terakhirnya di SMA. Ia menggaruk kepalanya kebingungan bila seseorang bertanya tentangku. Perempuan culun yang berdiri di depan pintu saat aku ceramah pagi di depan kelas 10 karena terlambat datang? Atau, perempuan rambut jamur berkacamata yang seragamnya kebesaran dan rok kepanjangan? Oh, dia yang sering memperhatikanku, lebih tepatnya memelototiku dan bertindak berlebihan, lebih tepatnya menjijikan bila aku di dekatnya. Ah, dia sering membuka profile facebook-ku dan melihat-lihat foto dan wall-ku tapi tidak berani nge-add.  Yang temannya selalu cengegesan bila melihatku? Dan yang lebih buruk. Siapa dia? Atau kebetulan aku memasuki universitas dan jurusan yang sama dengannya, lalu ia akan terkejut mengetahui kami berasal dari SMA yang sama. Katakan “Aku tidak pernah melihatmu” lalu di sana saat itu juga aku akan tertawa. Aku pulang cepat dan berharap bisa menangis sepuasnya di rumah tapi air mata tidak kunjung keluar. Bukannya tidak sedih, emosi hilang di perjalanan dan menyisakan frustasi. Sudahlah. Masih tersisa kurang dari 1 semester lagi. Sebelum ia pergi aku akan melupakannya. Apa bisa? Ya ga bisa. Setelah ia pergi baru aku akan lupa. Sehingga bila ia bilang tidak pernah melihatku, aku akan bilang bahwa aku juga. Atau aku bilang bahwa aku tahu dia menjabat posisi penting di OSIS dulu. Lalu ia akan teringat bahwa aku murid salah satu kelas 10 yang ia kunjungi akibat kepasifannya saat masa orientasi. Atau kelas yang ia beri tanda tangan gratis sebagai hadiah kemajuan yang dicapai. Semua yang ku ungkapkan tidak mungkin, karena ia adalah anak IPA sementara tujuanku IPS. Pribadinya akan berkembang dan aku juga begitu. Tapi masa lalu akan tetap seperti itu. Fakta bahwa aku pernah mengisi beberapa menit hidupnya sementara ia mengisi ratusan menit di otakku dan berlembar-lembar kertas fiktif ungkapan pikiranku. Dia tidak kampanye untuk mendapat tempat penting di hatiku, atau menyanyi dan berperan agar aku berseru bahagia saat dia datang. Ini memang sedikit tidak adil, karena yang aku puja adalah sesuatu yang bukan abadi. Tapi memang tidak ada yang abadi, kan ?

Kamis, 22 Desember 2011

Selamat hari Ibu! Aku absen menulis selama libur sekolah. Karena duniaku adalah dunia SMA, tanpa hidup di sana aku tidak bisa menulis. Sore ini aku menonton drama Korea yang diputar di sebuah stasiun TV swasta. Sungkyunkwan Scandal. Drama itu adalah episode ke 19 dari 20. Beberapa hal membuatku sadar. Sebenarnya ini dari episode kemarin. Dikisahkan seorang gadis yang pintar dari semasa kecilnya. Sayang, peradaban kuno tidak menyempatkan seorang wanita belajar seperti sekarang. Mereka hanya dibesarkan untuk menjadi istri orang lain, bukan sebuah pribadi. Bayangan pria, begitu katanya. Gadis ini tumbuh tanpa mampu mengingat wajah ayahnya. Saat memikirkan tentah ayah, yang ia rasakan adalah semilir angin dingin di hatinya, karena ia selalu duduk di luar saat mencuri dengar ayahnya yang tengah bercerita untuk adiknya. Lalu si adik bertanya.

“Apa kakak benar-benar tidak tahu?” gadis itu bertanya balik melalui matanya.

Ayah selalu duduk di dekat pintu dan mengeraskan suaranya. Ia membacakan cerita yang terlalu sulit untuk kumengerti. Aku hanya bermain di pangkuannya. Ayah membacakan cerita untukmu, kak,” jawab adiknya.

Sebenarnya aku bukan pertama kali mendengarnya. Malam sebelumnya, lewat internet aku sudah membaca tulisan yang menceritakan tentang episode itu. Anehnya, ketika keesokan sorenya aku menonton dengan suara para pengisi, air mataku menggenang. Padahal semalam aku tidak kenapa-napa. Sepertinya pengaruh lagu yang mengiringi dan ekspresi para pemain. Dengan ini aku menjadikannya salah satu scene yang paling kusuka. Sebenarnya banyak, tapi aku baru mulai memutuskan untuk mencatat segalanya.

Beberapa yang lain juga membuatku tertarik. Agar lebih mudah kurangkum saja, karena lupa detailnya. Di drama yang sama, pemain yang lain. Anak laki-laki yang kehilangan kakaknya. Ia menemukan di kamar ayahnya dokumen tentang kematian kakaknya. Anak ini berpikir kalau ayahnya tidak peduli dengan kakaknya. Sehingga si anak melakukan segalanya untuk mewujudkan impian kakaknya. Impian yang membuat kakaknya mati. Si anak sadar ia salah menilai ayahnya. Seorang ayah yang membalas dendam dengan caranya. Hidup seperti mati, sambil menunggu saat yang tepat. 10 tahun bungkam, sebagai cara terbaik untuk melindungi keluarganya. Si anak memaksa ayahnya untuk tidak melakukan sesuatu dengan mengancam akan menyerahkan diri. Si anak dikurung ayahnya sendiri. Saat menemuinya, si anak memohon pada ayahnya, untuk tidak membuatnya benci lagi pada ayahnya sendiri. Karena rasanya seperti di neraka. Ayahnya tanpa kata keluar dari sana. Ketika si anak kabur bersama teman-temannya, ayahnya hanya bilang, 

Biarkan saja,”. Cool !

Drama ini akan masuk sebagai drama favoritku. 2 pemain tampan merupakan salah satu faktor. Tapi ceritanya lebih mengagumkan. Sedikit klise memang, tokoh utamanya seorang wanita cantik yang ceria, pintar, dan baik hati. Sementara yang paling kusukai adalah 1 dari 4 pemain utama. Seorang pria tampan yang merupakan anak dari seorang pedagang kaya. Ia cerdas dan lucu. Lalu yang seorang lagi pemeran antagonis. Sepertinya ia tidak terlalu diperhatikan, padahal ia tampan. Hehehe.  Drama ini berkaitan erat dengan hubungan ayah-anak. Gadis tadi ditinggalkan ayahnya ketika berumur 12 tahun. Pria pemeran utama yang menjadi pasangan gadis itu adalah anak tunggal perdana menteri yang menutupi kasus pembunuhan ayah si gadis. Pria ini melawan ayahnya karena perbedaan pandangan, apa yang masing-masing anggap kebenaran. Ia ikut mencari surat yang akan menghancurkan ayahnya. Yang satu lagi salah menilai bahwa ayahnya tidak peduli. Kenyataannya mereka berdua sama menyimpan dendam, hanya berbeda cara menyampaikannya. Sementara pedagang kaya itu menyuruh anaknya menikah dengan seorang putri pejabat dan ia menolak. Mimpi mereka sama, negeri yang baru.

Gadis itu harus berpura-pura menjadi pria agar bisa bekerja layak. Pedagang non-bangsawan yang harus membeli silsilah agar putranya bisa belajar di universitas khusus bangsawan. Ketua mahasiswa yang mati dalam tugasnya menyampaikan surat menuju negeri yang baru meninggalkan adik dan ayahnya. Bersama professor yang bersama ketua mahasiswa mempertaruhkan hidupnya untuk negeri yang baru agar putrinya bisa belajar baik meninggalkan gadisnya bersama ibu dan adiknya yang sakit-sakitan.

Sebuah negeri dengan penyetaraan derajat wanita dan pria. Di mana status sosial tidak membedakan yang satu dengan yang lainnya. Negeri impian kakak yang sangat ia cintai, juga ayah yang bahkan wajahnya tidak lagi teringat. Sementara pria yang satu lagi aku tidak terlalu paham motivasinya. Mereka mengatakan kita tidak bisa memilih orang tua, tidak juga jenis kelamin kita.

Mengutip dari seseorang, bahkan kita tidak berkehendak untuk lahir. Sangat tidak adil bahwa manusia yang tidak pernah berharap dirinya ada, lalu harus mati karena dosa. Atau karena ia tidak mendengar kebenaran yang lazim disebut agama. Bagi mereka yang percaya kehidupan sesudah kematian, akan ke mana mereka ? Ke tempat indah yang kita sebut surga? Atau yang luar biasa panas, neraka? Ini bukan pembahasan lintas agama. Aku bahkan tidak menyebutkan suatu agama.

Selasa, 27 Desember 2011

Hei. Selama liburan ini, Use hampir tidak pernah kupikirkan lagi. Maksudku, Re- kembali meraih peringkat 1. Kemarin aku sempat menulis tentang dia hingga selembar kan? Memang kurang jelas tujuan atau isi tulisan itu selain spontanitas otakku. Kemarin aku sempat bermimpi tentang Re-. Kira-kira ceritanya aku nekat bicara pada Re- untuk membantuku mengerjakan tugas atau apalah itu di rumahnya. Lalu aku sadar itu gila. Tiba harinya, Re- membuntutiku yang memutuskan mengabaikan janji yang kubuat. Sepertinya aku berada di jemputan Re-. Tetapi aku bersembunyi, lalu saat aku mengintip, Re- sedang berbicara dengan orang lain. Dan dalam hati aku menyesal tidak mengajaknya berbicara malah bersembunyi. Entahlah. Mimpi yang aneh. 

Hari ini tanggal 31 Desember 2011 kan? Simpan perkataanku hingga sekitar 7 jam lagi.
Happy New Year! (: