Jumat,
25 Oktober 2013
Kali
ini gue menulis, masih dengan kegalauan. Bahkan setelah jam-jam sepanjang malam
kemarin gue isi dengan raungan yang minta dikasihani. Yeah, gue memang cengeng.
Baru sebentar ngobrol dan ditekan untuk meninggalkan Surya University dengan
banyak pertimbangan. Satu, belum tentu ada bus patas yang lewat tol Kebun Jeruk
dan berhenti di Gading Serpong. Dua, kalau hujan repot. Tiga, kalau hari Jumat
bisa-bisa gue ga pulang, saking macetnya di tol. Lalu gue berlari ke kamar gue
dan menangis sampai tidur. Gue bahkan ga sempat mengucapkan kalimat yang bisa
digunakan sebagai senjata.
“Kita
harus keluar dari zona nyaman.”
Itulah
pointnya, kenapa gue kebirit-birit mengejar Surya University. Karena walaupun
jatuhnya biaya kuliah sama aja dan akreditasinya belum ketahuan, gue yakin
Surya University patut diperjuangkan. Setidaknya, otak gue lebih banyak
bekerja. Masalahnya, selama 2 tahun gue belajar dasar-dasar akuntansi, meskipun
dibilang dasar banget dan ga ada apa-apanya sama keseluruhan program jurusan
akuntansi yang sesungguhnya, gue merasa otak gue ga digunakan secara maksimal.
Dari apa yang gue lihat dengan wawasan gue sekarang, akuntansi, apalagi cuma
lulusan S1, cuma seperti tempat training. Satu-satunya yang menguras nalar cuma
penghitungan AJP, dan itupun cuma sulit di awal-awalnya, terutama karena gue ga
berusaha mengerti. Waktu itu awal-awal kelas 11.
Dan
sebagai pencari alasan yang baik, gue merasa kalau kuliah akuntansi itu sama
seperti mengubur otak pada sistem. Dan ga diajarin untuk melihat sistem itu
dari luar. Inilah yang gue incar dari Surya University. Analyst. Financial
Analyst. Meskipun gue ga bakat-bakat amat menganalisa, tapi jurusan itu jauh
lebih menarik dari sekedar tata buku akuntansi.
Memang
Untar terkenal dengan fakultas ekonominya, setidaknya itu menurut orang tua
gue, dari zamannya. Dan kebetulan letaknya dekat, paling lama satu jam dengan
angkutan umum. Dan harganya juga kebetulan ga gitu nguras. Dan Untar bekerja
sama sama perusahaan akuntan publik terkemuka, Ernst & Young. Peluang gue
menembus perusahaan besar itu lebih besar.
Gue
berandai-andai, letak Untar di Gading Serpong dan Surya University di daerah
Grogol.
Gue
pasti positif masuk SU, mana Untar cuma ngasih diskon 20% atas kerja keras gue
2 tahun di sekolah yang sulit perolehan nilainya dan menurut gue SANGAT ga
adil. Bayangin aja, seorang anak yang ga naik waktu gue kelas 10 pindah ke
sekolah T, dan kemudian dia tetap dinaikkan, dan kalian tahu, dia jadi KETUA OSIS.
Dari sekolah yang sama, gue menemukan beberapa anak yang coba jalur seperti gue
ke Untar, dan mereka akhirnya dapet potongan >50%.
Siapa
yang bisa terima dengan lapang dada? Gue ga mencela prosedur jalur perolehan
beasiswa Untar, karena gue sendiri ga kepengen jalur tes beasiswa. Gue cuma merasa
sampah, malu sendiri kalau melangkah ke sana, dengan usaha lebih keras, tapi ga
berhasil menyimpan uang lebih banyak.
Tapi di
SU, gue merasa dihargai. Walaupun gue tau gue bakalan bayar selama 3 tahun
karena perolehan IP semacam itu mustahil. Setidaknya bagi gue itu mustahil.
Hehehe.
Itu
aja. Gue sama sekali ga berniat merendahkan Untar yang pengalamannya jauh lebih
uzur dibanding anak ingusan kemarin sore Surya Univercity, walaupun pendiri
Surya University jauh lebih menyentuh gue sampai ke dalam-dalaman.
Sekalipun
pada akhirnya gue melangkah juga masuk kampus Universitas Tarumanegara, gue ga
akan lalai belajar keras dan mencapai IP yang maksimal. Gue akan berusaha keras
di manapun gue belajar. Tapi alangkah baiknya kalau gue bisa masuk Surya
University.
Tolong
info dong, bus patas yang mampir tol Kebun Jeruk dan mampir Gading Serpong
juga..