Selasa, 2 April 2013
Kemarin adalah hari yang gue nanti-nanti sebulan terakhir.
Atau tepatnya sekitar 6-7 minggu ini. Pasalnya, gue baru menyelesaikan masterpiece yang gue andalkan untuk
melaga di sebuah kontes fan fiction dunia maya. Kalau sampai menang, karya gue
akan dibukukan bersama sekitar 12 fan fiction lain.
Setelah penantian panjang, gue mendapat yang namanya
kekecewaan. Memang dalamnya kekecewaan berbanding lurus dengan tinggi harapan.
Ya, gue terlalu berharap dan percaya diri. Bukan salah kepercayaan diri, salah
gue karena tidak mengenal diri dengan baik. Ujung-ujungnya gue juga yang sakit.
Harusnya gue ga seyakin itu. Yang bikin gue makin terperosok ke neraka adalah,
kenyataan bahwa tanggal 1 itu belum penentuan hasil. Ternyata masih di babak
final dan ada babak penyisihan selanjutnya. Dari yang tadinya peluang gue
menang 1:21 kini menjadi 1:10. Karena katanya dipilih 10 cerita terbaik. Oke,
harapan gue makin besar. Lalu gue menunggu sms yang tak kunjung datang. Karena
gue memang ga menang. Ga puas sampai di situ, ternyata yang masuk final itu
bukan 10 orang melainkan 11 orang, karena nilai kontestan ke 10 dan 11 sama.
Itu sama aja ngubur gue di neraka. Ketika peluang semakin besar dan gue tetap
ga menang.. Berarti kualitas cerita gue bahkan ga bisa menjadi nomor satu dari
4 cerita karya lain. Cacat cacat. Over PD abis nih gue. Hancur deh. Berkeping,
menyerpih.
Sabtu, 6 April 2013
Hari ini hari Sabtu, tapi gue bahkan ga bisa berharap untuk
bangun lebih dari jam 7. Gue tidur lewat tengah malam, tidur tidak nyenyak,
mimpi panjang dan teringat, dan harus bangun pagi. Semalem gue habis ikut pesta
temen baik gue pas SD dan SMP. Well, di san ague belajar dasar-dasar dari
kegiatan dugem yang dilakukan banyak gelintiran anak muda di Jakarta yang
menyimpang. Gue sendiri, tidak merasa itu hal yang buruk saat gue ada di sana.
Terutama saat yang di puter lagu yang gue kenal, terlebih lagu Korea. Gue akan
lebai teriak-teriak dan nari-nari. Itu hari pertama gue belajar dugem, dan gue
ga merasa itu hal yang buruk. Oke, tenang. Gue ga bakal dugem beneran. Kecuali
dugem di karaoke bareng temen biasa hahaha.
Im ngajak bicara soal perasaan dan akhirnya gue kasih tau
soal Re-. Omong punya omong, sampai di saat menjelaskan bahwa gue menyukai Re-
seperti seorang fans. El menjelaskan bahwa gue menyukai kulitnya saja.
Kata-kata itu agak ga nyaman buat gue. Memang gue belum mengenal dia sebagai
seorang Re-. Tapi, gue ga punya penyangkalan.
Lagi ngomongin soal Yul, katanya dia SD kelas 1 dan 2 di
Santa Maria. Wow, itu SD temen kita-kita juga. Yang bikin gue agak terkejut,
katanya mantan ketua OSIS kami itu kakak kelas dia. Maksudnya, si Yul ini ngaku
kalo dulu dia adek kelas si ketua OSIS. Berarti, dunia itu memang sempit.
Trus siang tadi gue bakti sosial ke sebuah panti di daerah
pamulang. Pagi-pagi seorang anak kecil yang mengaku namanya Rachel berkata
bahwa seorang temen sekelas gue yang namanya Vi itu sok seksi. Si Vi ini cowo.
Nah abis acara itu kan ke kolam berenang, dikabarkan si Vi ini main sama Rachel
asik banget. Di gendong-gendong di punggungnya, di tebalik-tebalikin gitu.
Pokoknya asik. Nah abis itu si Rachel ini ngomongin si kak Vi mulu. Nah
akhirnya dia ngaku juga kalo dia suka sama kak Vi yang sok seksi. Meski
terdenganr lucu dan sedikit menjijikkan, itu adalah miniature gue dan Re-.
Awalnya gue no-feel sama Re- kan. Gue jadi mikirin dia sejak
dia neriakin nama gue demi mengucapkan ‘hati-hati di jalan’. Gue sadar gue sama
dengan sebuah tokoh di komik cinta Jepang. Intinya temen sic ewe nanya sama
cewek pemeran utamanya. Apa mungkin lo cuma berdebar setelah di cium sama cowok
pemeran utama? Gue bahkan ga di cium. Oke, gue mudah jatuh cinta dan itu
menjijikkan. Semakin tua umur orang itu memang semakin menjijikkan kan ya. Ugh.
Minggu, 7 April 2013
Gue sebel karena ketidak adilan ini. Sabtu hari istirahat
gue dirampas, dan besok ulangan geografi. Sekolah lupa bahwa etikanya ketika
hari Sabtu ga libur, ulangan di hari Senin itu tidak diperbolehkan. Lah kalau
gitu kapan murid istirahat? Masalah lagi buat gue, gue ga cuma lelah otot.
Gue lupa cerita hari Jumat. Siang waktu istirahat kedua, gue
dan teman-teman berencana membicarakan amsalah nginap-menginap ke Yul di kelas
sebelah. Dua teman gue jalan lancer, tapi sekali gue meleng, gue menginjak
karton manila putih untuk majalah dinding yang sedang di kerjakan yang
tergeletak di lantai. Bukan sekedar kotor, karena kalo kotor bisa di timpa
kertas dan bekas injekan gue ga keliatan. Gue menginjak dengan agak tergeser,
sehingga lapisan tipis atas karton agak terkelupas. Gue ditertawai seorang yang
gue kenal, tapi masalah yang lebih parah itu dua pemilik majalah dinding adalah
anak kelas sebelah dan ga ada yang gue kenal secara pribadi. Gue meminta maaf
berkali-kali, dengan segenap penyesalan dan malu gue. Yang satu akhirnya bilang
‘iya ga apa-apa’. Gue semakin yakin kalo ini pasti apa-apa saat sadar kalo yang
satu cuma ngeliatin gue tanpa bilang apa-apa. Dan kemudian satu anggota
kelompoknya datang lagi. Si pintar. Anak pintar selalu identik dengan
perfeksionis. Itulah kekhawatiran gue terbesar. Ini mempengaruhi banget ke mood
gue. Meski akhirnya diperbaiki oleh dugem amatiran itu.
Gue benci mengatakan ini. Pengakuan bahwa gue adalah pecundang. Soal pecundang yang akan jadi pemenang itu masalah gue menghadapinya kan. Tapi untuk sekarang ini gue adalah pecundang. Gue akan jadi pemenang, tergantung sikap kedepannya. Gue harap, dan sama seperti harapan orang terhadap dirinya sendiri. Gue berhasil.
Ini jadi salah satu alasan gue berpikir bahwa dugem memang
bisa ‘membantu’ gue menghadapi masalah. Siangnya, gue masih bête abis soal itu.
Tapi begitu nari-nari dengan lampu berkilat yang menyilaukan mata, gue lupa
semuanya. Malah kemarin gue ga nulis itu kan? Memang karena pengaruh waktu yang
terlalu larut dan memaksa gue untuk mencicipi bantal lagi juga.
Menggunakan sedikit akal untuk memperoleh pembelaan egois
soal izin dugem. Misalnya ketika menghadapi masalah yang berat dan pelik. Untuk
menyelesaikannya, kadang kita perlu melihat masalah dari sudut lain. Memang
dengan berpikir dalam kamar di bawah lampu temaram. Itu akan melihat kerucut
bukan sekedar segitiga yang bervolume tetapi lingkaran yang mengecil dan terisi
volume. Dugem itu menjauh dari kenyataan, dan digambarkan dengan melihat
kerucut dari jarak jauh. Jika masalah itu sebesar gajah, dugem akan membantu
melihat gajah itu sebesar semut dan melihat semuanya lebih menyeluruh. Memang
ada cara selain dugem untuk melihat dengan cara seperti itu, tapi untuk saat
ini gue cuma tau musik yang keras dan mata yang tersilau. Bagi gue itu pelarian
yang cukup Teori bahwa dugem itu tidak menyelesaikan memang benar, buktinya
saat gue nulis masalah tadi gue nangis. Tapi kalau dugem membantu kita melihat
dengan sudut berbeda lagi itu bisa dibenarkan. Secara sudut pandang itu ga
terbatar, sama seperti sudut pada lingkarang yang ga akan kehitung sampai mati.
Minggu, 14 April 2013
Gue tertarik dengan resolusi 2013 dan akhirnya gue baca
lagi. Anehnya, gue mendengus baca resolusi gue sendiri. Baca lawakan gue
sendiri. Yah, gue akui itu sering gue lakuin. Bagi gue itu menarik. Gue senang,
karena itu gue banget.
Senin, 22 April 2013
Gue sibuk. Ada tanggung jawab yang cukup berat gue pikul
sampai beberapa waktu ke depan. Dan pikiran gue balik ke satu topik yang
menjadi alasan terbesar gue bikin gini-ginian. Re-.
Oh ya, kemarin gue liat dia nge-tweet tentang ‘love’. Gue
udah ga liat dia secara langsung sejak satu setengah tahun yang lalu. Gue cuma
berpikir, apa mungkin. Apa mungkin? Gue udah ga sayang sama sosok itu. Punggung
itu. Gue bisa aja yakin kalo sosok itu adalah wajahnya. Tapi posturnya, dan
yang paling pusat itu punggungnya. Mungkin gue akan meleleh lagi kalau lihat
punggungnya. Gue tahu gue salah. Gue jatuh cinta pada sosok yang salah. Gue
jatuh cinta sama punggungnya sosok itu.
Kontra.
Tapi, siapa yang tahu perasaan gue? Bahkan kalau gue tahu
sekarang, apa yang akan terjadi nanti? Gue masih bisa suka sama dia lagi. Jatuh
cinta di orang yang sama itu mudah.
Gila ya, gue baru liat tulisan gue yang diatas lewat scroll
cepat. Tapi karena gamar itu terlalu menarik, gue memberhentikan gerak
mousenya. Diatas foto-foto itu gue tulis ‘his back photo collection’ dan gue
tau kini, betapa labilnya gue. Gue sadar lagi, kalau sosok itu terlalu indah
untuk gue lewatkan. Bahkan kalau gue ga bakal ngeliat Re- lagi sampai habis
waktu, selama kesadaran gue masih utuh, ada Re- terselip di antara jempetan
berkasnya. Re- akan selalu ada, dan siap untuk berenang ke permukaan kalau ia
datang dihadapan gue. Kalau enggak, gue akan meratapi lagi file-file yang
berisi kenangannya. Gue rindu Re-. Ini gila.
Sabtu, 4 Mei 2013
Gue mulai ngayal seperti candu gue dulu. Kali ini cukup
nyata lagi, mengingat gue yang rasanya udah diujung mulut ampir keluar
kata-kata di mimpi gue. Tentang gue yang kuliah di UGM, ketemu Re-. Gue ke
departemen Re- dan nunggu di sana. Tiba-tiba muncul Re-. DIa malah nanya gue darimana,
dan kalau kebetulan gue tau lulusan bekas SMA ida yang juga masuk UGM. Gue
sedih, karena Re- ga mengenali gue. Lalu gue berjalan pulang. Re- melihatnya
dan sadar kalau kita satu SMA dan gue adalah anak yang dia cari-cari. Lalu dia
ngajak gue ngobrol lagi dan ternyata dia tinggal di rumah kerabatnya yang
rangkap kosan. Kamar cowok di lantai atas kamar cewek, dan gue di salah satu
kamar cewek itu. Lalu gue berteman dengan dia. Saat dia lulus, dia kerja selama
dua tahun di Yogya seakan ‘nungguin’ gue lulus. Lalu kami sama-sama di terima
dengan beasiswa S2 ke Korea, meski beda daerah. Kami bertemu seminggu sekali.
Lalu ceritanya udah bukan tentang Re-. Ini tentang keinginan bodoh gue. Jadi
gue kerja selama dua tahun buat nyari modal. Gue tinggal di rumah seorang teman
yang cukup kaya. Dia punya seorang anak SD dan gue sering ajarin dia. Setelah
dua tahun, gue pun pulang ke Indonesia. Di bandara, nyokap anak ini
menyampaikan tanda penambahan bagasi. Mereka adalah pentolan merk tas besar dan
oleh karena itu mereka memberi gue oleh-oleh tas mahalnya. Dan hoodie, dan
apalah semua yang gue inginkan. Hehehe. Ini melayang banget!
Gue punya cukup emosi dengan teman-teman sekelas gue dan ga
kepengen certain lagi. Gue uda cerita ke nyokap gue, dan sekarang malah gue
ikutan ngomel-ngomel sama nyokap. Gue sekarang di atas sudah tenang dan
mengakui kalo gue juga ga pengertian. Gue egois. Dan gengsi tinggi. Sekarang di
bawah nyokap gue tengah sendirian. Gue sendiri ga merasa lagi numpuk ide buat
nulis, tapi ya nulis aja deh. Gue agak kecewa karena dari sekian cerita yang
gue gubah ga ada satupun yang lolos seleksi majalah lagi. Makin pedih, majalah
KaWanku yang zaman cerita gue sebelumnya tembus itu memuat dua bahkan satu
cerita, kini mereka memuat 3 cerita sekali terbit. Dan dari peluang yang
semakin besar itu, gue tetep ga lolos. Ini seperti insiden gue waktu itu soal
fan fiction. Gue kecewa sama diri gue sendiri.
Rabu, 8 Mei 2013
Hari ini adalah hari pertama film Indonesia bertajuk ‘Cinta
Brontosaurus’ yang pekerjaannya di dominasi oleh penulis terkenal bangsa
Raditya Dika tayang di bioskop. Gue pengen nonton tapi gue jomblo. Oke, bukan
itu. Gue lagi krisis uang dan ga mungkin nonton kalo ga di traktir. Ada yang
mau traktir?
Tadi pas pelajaran PKn, guru sekaligus wakil kepala seklah
bidang kesiswaan itu ngoceh-ngoceh soal alumni yang masuk universitas dekat
sekolah yang datang untuk mengumumkan adanya lomba pendidikan yang
diselenggarakan di kampusnya itu. Dan yak, tema favorit gue, Re- muncul.
Geologi, UGM. Ohemgeee. Pelis deh.
Di jalan, dengan bodohnya Yul kira gue jatuh cinta sama Re-
saat nonton pertunjukan drama sejarah kelas 11 zaman gue kelas 10. Yaelah, kan
zaman gue kelas 10 dia kelas 12 -____- Mana ada anak laen yang di sana, dan gue
dengan suara agak tinggi bilang ‘nggak lah!’. Masa gue suka sama yang setahun
di atas gue itu. Haduh-haduh.
Bagaimanapun juga, mereka semua mengingatkan gue sama Re-.
Guru dan Yul. Entah mereka sekongkol atau tidak.