Baru ngeliat twitternya lagi, yang tua-tua. Sebuah tweet
yang dirilis 18 Desember 2011, baru gue sadari artinya. Kemaren sempet baca,
tapi ga nyadar. ‘Starts with (initial her (ex)girlfriend) and ended with (her
(ex)girlfriend name last character)’. As
fas as I read, he love pretty girl. Le’ me play you one song. You are my ha ha
ha ha heart breaker!
Senin, 23 April 2012
Walau telat.. Happy Kartini’s Day!
Seorang temen gue di taksir sama kakak sepupu Cha, yang
bersama kakaknya Cha klaim cakep. Tentu cakep di sini merujuk pada wajah,
karena gue ga pernah mendengar sesuatu yang baik (gue anggap baik) keluar dari
mulut Cha saat menceritakan mereka. Lagipula cakep di sini bukan menurut gue.
Gue sekali ngintip facebook kakak sepupunya itu, dan dari yang terpampang
sebagai foto profilnya, gue ga tertarik. Ya, terserah kalau dunia bilang dia
cakep. Gue sendiri ga terlalu ngerti tentang criteria cakep. Ga semua cowo yang
gue anggap sedap di pandang itu cakep menurut kriteria orang, dan ga semua cowo
yang di anggap cakep itu menyenangkan untuk gue lihat. Oke lah, cakep menurut
banyak orang itu ga terlalu nyepetin mata. Tapi tentu, favorit gue kadang jauh
dari kata cakep. Soal sikap kakak sepupunya ini, Cha menyiratkan, maksudnya gue
menangkap bahwa Cha ingin gue menggambarkan ia seorang yang gaul. Berani
melakukan hal gila, mengucapkan kata kasar yang sedang nge-trend, dll. Kakak
sepupunya ini, bukan tipe gue banget. Yeah, ini udah terlalu menyimpang.
Jadi, temen gue ini si Ani. Beberapa waktu lalu juga udah
kedengeran tentang kakak sepupu Cha yang pengen kenalan sama Ani. Ani sih ga
banyak respon, dia juga mengaku gatau harus merespon apa. Gue sendiri cuma
kaget waktu pertama dengernya. Lagipula si Ani lumayan cakep kok. Nah, tadi di
jalan, Yul mengungkapkan antusiasmenya yang sama halnya dengan Cha tentang
hubungan Ani dengan kakak sepupu Cha. Biar gampang gue sebut aja kakak
sepupunya Cha sebagai Chance. Katanya Ani sudah di invite Chance di blackberry
messenger tm. Tinggal nunggu kelanjutannya aja. Bukan ini yang mau
gue ungkapkan.
Yul sendiri mengakui bahwa ia dan Cha sangat semangat. Ani
sendiri seperti yang tadi sudah di katakan, ia tidak begitu menampakkannya.
Lalu Yul berkata, ‘Gatau ya, gue kalo temen gue seneng gue ikutan seneng’.
Pernyataan Yul menimbulkan konflik batin dalam diri gue. Yang ia katakan
seperti dialog dalam drama, ketika satu pihak yang mencintai sementara yang di
cintai mencintai orang lain lalu si cinta sepihak mendukung keputusan orang
yang ia cintai. Bahwa cinta tidak harus memiliki, dan kebahagiaan orang yang ia
cinta juga kebahagiaannya. Kembali ke masalah Yul, karena gue tidak merasakan
hal yang sama. Tidak pernah. Berbagai kemungkinan muncul di kepala gue. Sebagai
manusia yang masih banyak dosa, yang pertama terpikir adalah ketidak tulusan
Yul. Rasa semangat yang ia rasakan, bahagia temannya yang juga bahagianya tidak
bisa kita telan mentah-mentah. Karena banyak orang berpikir mereka anjing,
padahal mereka kucing (ini perumpamaan). Mencoba jujur kepada diri sendiri dan
membuka segala kemungkinan, ketika gue berada di posisi seperti Yul, yang gue
temukan adalah rasa iri, lalu kalah dan minder. Biasanya saat gue udah pede dan
berpikir mencapai hasil tinggi lalu kenyataannya gue jauh dari itu dan hasil
yang gue inginkan di capai oleh orang yang tidak gue anggap ‘wajar’. ‘wajar’
maksudnya gue merasa dia ga cukup pantes untuk menang dari gue. Ketika gue
menganggap gue lebih baik dan seharusnya menang, dan ga sudi untuk kalah dari
dia. Lalu gue sadar gue jauh dari yang gue pikirkan. Gue sangat bobrok dan
jelek. Lalu gue menemukan seribu kekurangan gue dan mulai minder. Rasa iri,
ingin berada di posisi orang lain. Gue yang belum begitu kenal Yul ga boleh
langsung memfitnahnya begitu kejam berdasarkan diri gue sendiri. Tapi
pertanyaan naif yang gue ajukan dalam hati, gue kah yang terlalu egois atau dia
yang munafik? Ini sama sekali ga adil buat Yul, karena mungkin dia benar-benar
tulus. Dia kan ga bisa di samain dengan gue yang kaya gini. Penuh cemburu, rasa
GR, dan setumpuk karakter aneh lainnya.
Selain itu, selama perjalanan gue kembali meneguhkan
pemikiran yang pernah mencuat. Temen angkot gue.. rada terlalu sensitif.
Seorang cowo yang kadang ikut kami kerap di bully secara verbal. Mungkin
menurut para gadis itu menyenangkan, mungkin bagi cowo itu bukan masalah besar,
mungkin gue yang terbiasa harus ‘mengemis’ teman jadi merasa itu terlalu
berlebihan. Gue menyetujui apa yang nyokap gue sempat katakan pada kakak gue.
‘Carilah cewek yang mau mendengar dan ga keras kepala’.
Membicarakan soal ulangan pembangunan karakter yang
berbentuk esai, Lead bilang bahwa terdapat 3 soal. Menyebutkan isi Pancasila,
artinya, serta pengaruh untuk siswa dalam pembelajaran. Dee berkomentar bahwa
soalnya hanya 3 tapi optionnya banyak. Cowo itu membantah dengan menyatakan
bahwa yang tepat itu beranak banyak. Option itu ada hanya pada pilihan ganda.
Lalu Dee dan Lead dengan serius berkata bahwa pilihan kata option itu benar.
Gue hanya diam ketika mereka berdebat. Kebetulan yang lain sudah turun. Gue
ikut mengolah kata itu. Kalo gue harus menyuarakan pendapat gue, gue menyetujui
cowo itu. Gue baru inget kalo option itu emang pilihan dan hanya terdapat pada
pilihan ganda. Tapi melihat suasana kritis yang dihadirkan Lead dan Dee gue
mengurungkan penyuaraan itu. Yang ada gue jadi no friend saat itu juga. Gue
jadi tampak seperti pengecut, membiarkan cowo itu kalah oleh sebuah kesalahan.
Lead dan Dee mengokohkan pendapat mereka seakan mereka adalah kebenarannya. Dengan
wajah sinis mereka, tentu. Mereka menambahkan bahwa cowo itu sok tau memang
benar. Dari pengamatan gue, cowo itu memang banyak tau, meski cara penyampaian
yang ia gunakan kurang cocok di lingkungan kami. Terbukti dari respon negatif
para wanita. Dengan keadaan Dee dan Lead yang tampak seperti kebenaran, membela
cowok itu adalah ide terburuk. Mereka pasti ga akan goyah lalu mencap gue
sebagai pengkhianat.
Gue jadi inget satu hal. Saat kami masih utuh dan belum ada
yang turun, pembicaraan mengenai camping sampai di Anto. Anto ini lebih dominan
berteman dengan wanita dan bagi anak-anak pria ini adalah sebuah lelucon. Cowo
yang bersama kami ini berbicara mengenai Anto seperti banci atau apalah. Sontak
seluruh wanita menyerukan bahwa cowo ini kejam. Para wanita membela Anto dengan
berkata bahwa Anto teman mereka. Gue merasa tindakan para wanita ini
berlebihan. Dari 3 orang pria yang cenderung berteman dengan wanita yang gue
kenal, Anto menduduki tingkat keparahan ke-2. Dan alasan membela Anto dengan
alasan teman itu ga adil. Itu sih KKN namanya. Nepotisme. Menyerang bersamaan
juga bukan ide yang bagus. Akan lebih kuat bila membela dengan alasan yang
logis. Bahwa Anto bukan banci, ia hanya lebih nyambung ngobrol dengan seorang
cewek. Misalnya. Gue sih ga tau ya dalam hatinya Anto. Kalau temen gue yang
tingkat keparahannya ke-3 alias yang paling normal sih gue menganggapnya
begitu. Dia cowok banget, cuma candaannya lebih menarik ke cewe. Gitu aja.
Meski gitu gue tetap mengakui, tanpa Yul, suasana itu jadi kurang enak.
Terbiasa Yul yang mendominasi dengan kebawelannya, tanpanya suasana jadi
kosong. Mungkin segala ketidaksepahaman gue dengan Yul adalah akibat
keaktifannya berbicara.
Sekian ulasan mengenai hari ini. Sampai bertemu lagi.
Jumat, 27 April 2012
Tulisan terakhir di minggu ini. Gue ga tau mau nulis apa.
Oh, yang pasti gue sedikit mengorek info. Kelas 12 masih masuk beberapa waktu
untuk mempersiapkan graduasi. Libur panjang mereka akan masuk untuk latihan.
Gue ga berharap banyak untuk setiap saat bisa melihat Re-. Tapi anggapan gue
bahwa setelah UN semuanya selesai ternyata salah. Usai pengumuman dan graduasi
nantilah. Semuanya usai.
Tapi gue ga akan mengakhiri semuanya. Gue akan tetap diam
sejenak melihat papan nama sebuah toko perhiasan yang tertulis Re-, atau
mengabadikan namanya menjadi figuran di cerpen-cerpen gue selanjutnya. Meski
bukan cerpen yang akan membuat orang rela meneteskan air mata.
Minggu, 29 April 2012
Masih setengah delapan pagi. Bangun-bangun gue ngebut mau
buka laptop. Tentang mimpi aneh gue lagi. Kenapa gue mau nulis di sini? Karena
ada Re- nya.
Tengah malem gue bangun, ga tau jam berapa. Gue minum air
yang banyak lalu ke toilet. Gue ga sadar, apa mimpi gue lanjut atau gimana.
Tapi saat gue mimpi yang kedua, gue merasa pernah ‘nonton’ mimpi yang sama,
entah malam itu juga atau yang sebelumnya. Kenapa gue bilang nonton? Karena
pada awalnya gue memang ga berpartisipasi. Gue cuma kaya orang yang tahu
segalanya. Tapi pada akhir-akhirnya gue ikutan.
Awalnya cerita tentang Re-. Re- yang dipaksa orangtuanya dan
orangtua seorang cewe untuk mengingat cewe itu. Katanya cewe itu adalah teman
les masa kecilnya. Tapi Re- ga kunjung ingat. Trus di kasih liat tayangan zaman
dulu Re- dan cewe itu. Gatau tayangan atau apa, tapi gue menyaksikannya. Yang
gue inget adalah gambar beberapa anak yang berdiri di tengah banjiran air. Tapi
air bersih. Gatau deh. Trus ada gambar cewe itu yang lagi ulang tahun. Kayanya
mukanya itu muka seseorang di film yang pernah gue tonton. Gambaran cewe gemuk
dan jelek gitu. (sori bukan mau ngehina) Anehnya, di akhir mimpi di mana gue
ikut bermain si cewe bukan yang tadi gue liat. Intinya, beda.
Gue baru inget. Gue mungkin ga berpartisipasi dalam mimpi
gue sendiri. Tapi gue merasa ada kecemburuan ketika disebutkan bahwa ada
seorang cewe teman les masa kecilnya yang sekarang semacam ingin dipersatukan.
Bukan ga ada harapan secuil dalam hati kecil bahwa orang itu gue. Gue sebagai
tokoh yang ga muncul tapi dapat merasa.
Lalu karena gue ga inget lengkap, gue langsung aja ke akhir.
Si cewe yang ga jelek tadi di kunci-in di sebuah kamar dengan akuarium gede
(?). Lama kemudian, salah satu orang tua dari mereka muncul dan memberikan
sebuah pematik api yang perlu kode untuk menyalakannya serta sebuah pisau. Yang
gue rada bingung, karena pematik apinya itu keren, si cewe bisa pamer ke
beberapa orang. Padahal harusnya ga ada orang di sana. Tiba-tiba tokoh cewe itu
berubah menjadi gambaran seorang artis yang gue suka. Dia menyebutkan nama gue
sebagai kode dengan terbata. Kemudian ia merutuki dirinya bodoh. Tokoh cewe ini
kembali ke seorang yang ga gue kenal. Jadi si artis kesukaan gue cuma
ngomong nama gue lalu hilang. Malah
kayanya terbersit rasa senang di hati gue bahwa artis kesukaan gue menyebut
nama gue. Yang ini gue ga yakin emang begitu atau halusinasi. Balik ke mimpi
gue. Sekonyong-konyong entah nyusup darimana, gue hadir. Si cewe yang udah
bukan artis kesukaan gue ini mengacungkan pisau ke perut gue. Tapi bukan ke
perut gue, si pisau malah nyelip ke bagian baju gue. Gue merebut pematik api
itu dan menyebutkan nama gue sebagai kode. Ternyata berhasil. Lalu pintu
terbuka dan orang yang jahat tadi ngomong seperti di film-film bahwa ini belum
berakhir. Dia malah tertawa. Kayanya pematik api itu jebakan. Gimana caranya, gue
menjadi bagian dalam akuarium. Lalu muncul secara rapi ikan gurame dan
ikan-ikan kecil di bawahnya. Lalu si jahat bilang arwana-arwana. Muncul lah
arwana cungkring. Lalu si arwana kaya ngejer gue. Mimpi habis. Kalo tentang
arwana ngejer gue, gue juga rada bingung. Soalnya pas bangun gue mikir
endingnya sendiri. Rese banget di tengah-tengah gue bangun. Yang si arwana
ngejer gue mungkin adalah bagian mimpi gue, mungkin juga imajinasi gue. Ada
satu lagi. Yang ini gue juga rada ga yakin antara mimpi atau rekonstruksi
pikiran doang. Bahwa kenyataannya (dalam mimpi itu. Jadi kenyataan dalam
mimpi.) gue adalah si teman les masa kecilnya Re-. Meski gue punya perasaan
seperti itu, kayanya yang itu imajinasi deh. Soalnya kan baru di bilang sama si
jahat setelah kejadian arwana. Liat gue. Baru beberapa jam gue mimpi udah lupa.
Jangan ragukan kemampuan otak gue berkhayal. Gue bisa di tengah malem pengen
minum dan bener-bener berasa minum. Padahal tangan bergerak aja belom.
Setelah nulis sampe akhirnya, gue baru sadar ada yang
kelewatan. Kayanya Re- yang lagi terjerat tali di suruh nonton film yang tadi
gue bilang deh. Jelasnya gue lupa banget. Ada yang Re- omongin, ada yang perlu
di ceritakan di situ biar mimpi ini bisa lebih kelihatan benang merahnya. Ada
kejadian yang cukup penting di situ. Percakapan dan adu mulut yang isinya bikin
perasaan gue campur aduk. Cemburu, frustasi, dll. Parahnya, gue lupa.
Ga penting banget ya, diary gue tulis mimpi yang ga jelas.
Mimpi gue ga punya benang merah yang jelas. Mungkin karena yang nempel di otak
gue cuma potongan-potongan frame dalam sebuah film panjang. Terlalu banyak yang
hilang menjadikannya ga nyambung. Meski hanya mimpi, rasanya gue seneng banget
bisa melihat Re-.
--
Gue telat ngepost sampe seminggu lamanya. Parahnya, seminggu ini gue ga sempet nulis. Keparahan ini gue duga akan berlanjut selama beberapa waktu kedepan. Besok gue ada acara yang dilanjutkan jalan untuk nyari baju buat kondangan. Minggu depannya gue kemping besar. Minggu depannya sodara gue ada nikahan. Setelah nikahan itu, Seninnya gue ulangan akhir semester. Kaya judulnya, Padet.