Jumat, 09 Desember 2011

1, 4, 10 November 2011


Selasa, 1 November 2011

Pagi ini aku melihatnya berjalan menuju sekolah dari atas motor yang dikendarai ayahku. Dengan kacamata bergagang hitam variasi biru itu.


Hari ini ada upacara pelantikan OSIS baru, yang juga berarti penurunan OSIS lama. Angkatan kami berbaris di bagian kanan. Sekitar 7 meter di depan kami berbaris para pengurus OSIS inti yang baru, sementara para pengurus OSIS lama di bagian kiri. Acara dimulai. Jadi para pengurus OSIS lama dan baru menuju ketengah. Lalu pengurus OSIS lama memberikan map kepada pengurus OSIS baru lalu difoto dan bertukar markas. Jadilah Re- berbaris beberapa meter di depanku. Dia berbaris di barisan tengah, sehingga tertutup oleh temannya. Ia juga sesekali berteriak dengan suara lantangnya yang khas. Kekecewaanku Jumat lalu dibayarkan hari ini.

Jumat, 4 November 2011

Seorang suster dari sekolahku meninggal. Aku tidak mengenalnya secara pribadi, tapi kami turut berdoa. Dalam perjalanannya keluar, kami dari SMP dan SMA disuruh untuk membentuk pagar betis. Aku datang agak terlambat karena guru Inggris yang menahan kami. Teman sekelasku ternyata sudah di bawah bersama yang lain. Tapi kami berada di barisan kelas lain. Temanku menawarkan, kembali ke barisan kelasku. Lalu ia berkata bahwa ada Re- di sana. Aku tidak punya alasan untuk kembali ke barisan kelasku. Lagipula itu akan menimbulkan kecurigaan besar bila aku memaksa ke sana. Jadilah aku gagal bertemu dia hari itu. Seandainya saja aku mengetahuinya tanpa diberi tahu, aku pasti sudah melihatnya. Berhadap-hadapan! Argh.

Kamis, 10 November 2011

Dia memimpin upacara hari ini, 10 November 2011. Setiap dia berteriak, entah untuk hormat atau siap, aku menutup mata berharap tidak akan melupakan itu seumur hidupku. Penampilannya jadi berbeda dengan potongan rambut yang baru sejak upacara pelantikan OSIS baru selasa lalu. Mungkin kalian bingung atas struktur tulisanku yang berantakan. Aku menulis sedikit demi sedikit dari hari ke hari. Sama seperti perasaanku. Semakin besar sambil mengecil dengan sendirinya. Atau lebih tepat aku sebut dia idolaku? Daripada memacarinya aku lebih suka memandanginya dengan rasa kagum. Karena aku bingung dengan perasaanku. Sesuatu yang sangat jauh memang indah. Setahun tanpa melihatnya mungkin akan melayukan fanatisku. Bila bertemu dengannya lagi setelah lama tidak berjumpa aku mungkin akan menyukainya lagi, mungkin juga tidak. Aku buta tentang perasaanku sendiri.