Selasa, 1 November 2011
Pagi ini aku melihatnya berjalan menuju sekolah dari atas
motor yang dikendarai ayahku. Dengan kacamata bergagang hitam variasi biru itu.
Hari ini ada upacara pelantikan OSIS baru, yang juga berarti
penurunan OSIS lama. Angkatan kami berbaris di bagian kanan. Sekitar 7 meter di
depan kami berbaris para pengurus OSIS inti yang baru, sementara para pengurus
OSIS lama di bagian kiri. Acara dimulai. Jadi para pengurus OSIS lama dan baru
menuju ketengah. Lalu pengurus OSIS lama memberikan map kepada pengurus OSIS
baru lalu difoto dan bertukar markas. Jadilah Re- berbaris beberapa meter di
depanku. Dia berbaris di barisan tengah, sehingga tertutup oleh temannya. Ia juga
sesekali berteriak dengan suara lantangnya yang khas. Kekecewaanku Jumat lalu
dibayarkan hari ini.
Jumat, 4 November 2011
Seorang suster dari sekolahku meninggal. Aku tidak
mengenalnya secara pribadi, tapi kami turut berdoa. Dalam perjalanannya keluar,
kami dari SMP dan SMA disuruh untuk membentuk pagar betis. Aku datang agak
terlambat karena guru Inggris yang menahan kami. Teman sekelasku ternyata sudah
di bawah bersama yang lain. Tapi kami berada di barisan kelas lain. Temanku
menawarkan, kembali ke barisan kelasku. Lalu ia berkata bahwa ada Re- di sana.
Aku tidak punya alasan untuk kembali ke barisan kelasku. Lagipula itu akan
menimbulkan kecurigaan besar bila aku memaksa ke sana. Jadilah aku gagal
bertemu dia hari itu. Seandainya saja aku mengetahuinya tanpa diberi tahu, aku pasti sudah melihatnya. Berhadap-hadapan! Argh.
Kamis, 10 November 2011
Dia memimpin upacara hari ini, 10 November 2011. Setiap dia
berteriak, entah untuk hormat atau siap, aku menutup mata berharap tidak akan
melupakan itu seumur hidupku. Penampilannya jadi berbeda dengan potongan rambut
yang baru sejak upacara pelantikan OSIS baru selasa lalu. Mungkin kalian bingung atas struktur tulisanku yang berantakan. Aku menulis sedikit demi sedikit dari hari ke hari. Sama seperti perasaanku. Semakin besar sambil mengecil dengan
sendirinya. Atau lebih tepat aku sebut dia idolaku? Daripada memacarinya aku
lebih suka memandanginya dengan rasa kagum. Karena aku bingung dengan
perasaanku. Sesuatu yang sangat jauh memang indah. Setahun tanpa melihatnya
mungkin akan melayukan fanatisku. Bila bertemu dengannya lagi setelah lama
tidak berjumpa aku mungkin akan menyukainya lagi, mungkin juga tidak. Aku buta
tentang perasaanku sendiri.