Selasa, 27 Desember 2011

It's November!

(Maaf lagi, terlambat lagi. Happy Holiday! Merry Christmas and Happy New Year!)
 
Senin, 14 November 2011

Hari ini teman baikku berulang tahun yang ke-15. Bersamaan dengan ulang tahun guru kimia kami. Hubungan kami tidak terlalu baik hari ini. Entah apa salahku, sepertinya ada yang membuatnya terluka. Maaf teman, aku tidak memberikan kado atau bahkan hari yang baik pun tidak bisa ku wujudkan.

Selasa, 15 November 2011

Hari ini aku mendapat 3 kado. 2 kali bertemu dengannya, dan ternyata hasil ulangan fisikaku memuaskan. Senangnya.

Pagi hari, di pintu masuk SMA, seorang anak laki-laki berjaket hitam duduk entah sedang apa. Aku berusaha melihat lebih jelas namun tidak bisa. Aku mendengar ia berteriak sesuatu. Tapi aku tidak tahu apa persisnya itu. Saat aku sudah di tangga, ku dengar ia bernyanyi sepenggal lagu Kerispatih, “Jujur.. aku tak kuasa..”. Suaranya mirip dengan suara Re-. Aku anggap saja anak berjaket hitam itu Re-.

Siangnya, aku pergi menemani temanku pergi ke kantin saat istirahat ke-dua. Dalam perjalanan kembali menuju sekolah dari kantin, dari arah kanan Re- lewat dengan kacamata birunya tanpa ada yang menyadarinya. Aku sempat curiga bahwa itu hanya imajinasiku saja. Bahkan jika itu hanya imajinasi, aku senang.

Kamis, 17 November 2011

Pagi ini aku melangkah ke sekolah dengan biasa. Di depanku, beberapa anak juga sedang melangkah. Mereka yang sudah sampai di depan gedung SMA belok ke kiri untuk naik, sehingga aku bisa melihat muka mereka. Sebelum sempat ku perhatikan, salah satu dari mereka menoleh, ternyata Re-. Berjalan beberapa meter di depanku. Anehnya, saat aku baru akan menaiki tangga, ia kembali menoleh. Lalu berjalan kembali sambil bernyanyi kecil. Suaranya itu, wow! Aku harap aku bisa GR( gede rasa), berpikir Re- tahu aku di sana dan ingin melihatku lagi. Tapi aku lebih curiga kalau ia tahu aku menyukainya. Atau ia ingin memastikan apa aku anak yang di tangga waktu itu. Tentang di tangga akan kuceritakan nanti. Maaf ya, aku jadi curhat, bukan menulis. Hehe.

Hari ini aku tidak bicara dengannya. Sekalipun.

Perasaan ini berbeda. Biasanya, aku akan jatuh pada pandangan pertama, atau paling tidak dalam kesan pertama yang baik. Baik wajah maupun tingkahnya. Tapi dia, sebut saja Use, memiliki kesan yang buruk. Bahkan aku tidak sedikitpun sempat membicarakan hal-hal yang buruk tentangnya. Masalahnya, satu hari, aku pergi ke kantin bersama temanku. Lalu ia di belakangku berkata, “Mendingan kita ya homo, daripada ni dua, lesbian,”. Habislah ia ku caci. Seingatku, kami tidak pernah berkomunikasi dalam bentuk apapun. Dari semua teman mainnya, ia yang paling tidak ku sukai. Waktu berlalu dan aku bahkan lupa kejadian itu dan kebencianku.

Suatu hari, pelajaran sosiologi tidak ada guru. Kami di beri tugas kelompok. Aku berdua temanku belum mendapat kelompok. Sementara semua sudah berkelompok, 2 dari kelompok kekurangan 1 orang. Mau tidak mau kami harus berpisah untuk mendapat nilai. Temanku memilih kelompok perempuan, sehingga aku menjadi bagian kelompok dia dan teman-temannya. Karena tidak tahu apa yang harus dibicarakan, aku diam saja. Dia yang tahu aku diam bertanya,”(namaku) kok diem aja ?”. Aku hanya mengangguk. Dia mendapat nilai plus dariku, setelah sebelumnya minus semua.

Teman seperjalananku kali ini hanya 1. Ada yang di jemput, ada yang mengikuti ekstrakulikuler voli. Sementara berdua mencari angkutan, sebuah M.11 nge-tem di depanku. Kami baru akan menaikinya, lalu kami melihat Use dan temannya di dalam sana. Kami tidak jadi naik angkutan itu. Aku berharap kami terpaksa naik angkutan itu kalau tahu ia tidak pernah berbicara denganku lagi. Aku hanya mau tahu, apakah di dalam angkutan umum yang tidak ada yang lain selain 2 teman dia akan berbicara padaku ? Apa semua tingkah diamnya karena temanku ? Suatu kali, saat ia memanggilku, yang kuduga untuk di isengi lagi, temanku menarik tanganku dan melarangku menoleh. Lalu temanku berkata untuk jangan ganggu aku karena aku sudah ada yang punya, nanti pacarku marah lho. Begitu katanya sambil cengengesan. Aku tidak membantahnya karena aku pikir itu tidak penting. Lagipula aku juga penasaran dengan reaksinya. Itu adalah kali terakhir ia bicara padaku atau sekedar memanggilku sampai tulisan ini di buat.

Jumat, 18 November 2011

Hari ini berlalu lagi tanpa aku melihat Re- sekalipun.

Pelajaran ke lima kami adalah pembangunan karakter, semacam budi pekerti. Aku bisa mengerti mengapa mereka memasukkan dua jam pelajaran jiwa dalam seminggu. Usia kami adalah usia pencarian jati diri. Akupun masih mencari identitas, akan jadi apa aku nanti. Dalam kelompok yang sudah di tentukan kami di minta membahas tentang apa itu cinta Tuhan, keluarga, teman, dan lingkungan serta prakteknya. Kelompokku membahas tentang cinta Tuhan. Seorang teman dari Use, sebut saja namanya Lee, satu kelompok denganku. Kami bahkan sempat main jempol ber-empat. Pembahasan kami di selingi candaan Lee. Kesanku tidak buruk padanya, ia cukup ramah padaku. Dalam canda dan obrolannya, kadang ia menatapku. Aku mengerti itu adalah kontak mata, cara untuk berkomunikasi yang baik. Aku menggunakannya sebagai perbandingan tatapannya dengan Use. Memang konteksnya berbeda, Lee menatapku dalam rangka mengajakku bicara. Sementara Use menatapku untuk mengisengiku. Tapi aku malah tidak bisa berhenti memandangnya. Entah sebagai penyelamatku atau apapun itu.
Perjalanan kembali ke sekolah dari lab bahasa Inggris, aku terlalu semangat menceritakan final test yang baru ku kerjakan kepada temanku. Tanganku yang bergerak-gerak bebas mengenai Use yang sedang menggotong tape sendirian. Ia menoleh padaku. Aku berkata,”sori” padanya, tidak sampai sedetik kemudian ia berjalan kembali seakan tidak ada yang terjadi. Aku bingung dengan sikapnya yang terlalu tidak perduli padaku.

Dia sudah punya pacar. Seorang gadis putih yang cantik dan katanya pintar. Aku melihat foto-fotonya. Aku ingin berharap, tapi takut. Biar ku mimpikan saja pria itu, sampai aku dapat pria lain yang bisa ku harapkan. Untuk sekarang, aku akan memikirkannya sampai bosan, lalu melupakannya. Ia hanya akan mendapat reward dari diriku karena sudah memenangkan hatiku hanya dengan menatapku, sementara yang lain perlu wajah yang menarik buatku, prestasi, dan sejuta harga lainnya. Sebenarnya ia hanya berusaha untuk menolongku, dengan menatapku. Harusnya aku berterimakasih banyak, bukan jadi lupa diri. Tanpa dosa aku ingin mendekatinya, ingin di panggilnya dan di gombalinya. Untuk saat ini aku hanya akan mendengar suaranya dari balik punggungku, dan melihatnya sekilas tanpa berminat membicarakannya. Aku harap aku bisa. Suatu saat, penolongku, aku akan mengenangmu.

Selasa, 22 November 2011

Singkat saja. Pagi ini, sekitar pukul 06.15 aku sedang di atas sepeda motor yang dikendarai ayahku, ketika aku melihat Re- dengan kacamata birunya berjalan di  trotoar. Aku memandanginya sampai kami hampir sejajar. Lalu aku menatap ke arah lain, karena sepertinya ia merasa diperhatikan juga.

Rabu, 23 November 2011

Kau buat aku berhenti memikirkan Re- dengan sibuk memikirkanmu.

Aku sangat ingin berbincang denganmu, bermain denganmu, dan tertawa bersamamu. Tapi aku bahkan takut untuk melihat matamu. Aku takut memikirkanmu lagi. Baru saja aku perlahan berhenti.
Kau bertanya nomor ponselku ? dengan senang hati kuberikan. Jangan lupa sms ku. Oh, kau juga yang membuatku berpikir untuk berpindah merk ponsel ke blackberry, untuk bisa bbm-an denganmu. Alamat rumahku ? Searah dengan teman dekatmu. Andai kau yang searah denganku, pasti asyik. Hehehe

Kamis, 24 November 2011

Lalu di komputer belakangku dibuka-buka foto anak kelas kami sendiri-sendiri. Dulu digunakan untuk tugas pertama pelajaran komputer. Saat sampai di fotoku, Use berkata, “Eh, *(sensor)* gue tuh,” aku sedikit senang, walau foto itu sangat memalukan. Oh, akhirnya aku sempat mengirim foto paparazzi oleh temanku saat latihan drama beberapa waktu lalu ke ponsel ku.

Saat pulang, aku melihat Re-. Temanku akan mendorongku ketika di tangga sampai ia menyadari keberadaan Re-, jadi temanku mendorongku ke arah lain. Di bawah, temanku yang lain membisikkanku begini,” Geli deh si (namanya) tadi kaya gini (memperagakkan menyisir rambut dengan jarinya). Mentang-mentang di depan kelas 10 kali ya,”. Yang membuatku bertanya-tanya, mengapa ia tidak bergaya di depanku? Seandainya ia menebar pesonanya di depanku, aku akan dengan senang hati terpesona.

Jumat, 25 November 2011

Selamat Hari Guru!

Dalam rangka Hari Guru, kami diperbolehkan menggunakan pakaian bebas sopan. Aku mengenakan kaus merah berkerah dengan celana jins panjang berwarna cokelat dengan model ketat dan mengecil di bagian bawah. Aku tidak tahu persis nama modelnya, entah skinny atau apalah itu. Sepatu vantovel (aku tidak tahu ejaan yang benar) berwarna kuning, sepadan dengan jam tangan dan tasku. Use memakai kemeja kotak kecil berwarna biru-putih. Ia memotong rambutnya. Apa untuk melupakanku? Tertawalah pada leluconku.

Pelajaran pembangunan karakter, kelompok yang kubahas minggu lalu mendapat giliran untuk maju. Aku hanya menampang, tanpa berkata sepatah katapun. Lalu untuk tisu, Use ke bangkuku meminta kepada teman yang duduk di belakangku. Sekali lagi, di bangkuku. Usai maju, aku kembali ke bangkuku memutar lewat jalan menuju bangku di sebelahku.  Belum sampai ke bangkuku, ia sudah berdiri beranjak kembali ke bangkunya.

Pelajaran seni musik, kami membahas birama di setengah jam terakhir. Memang agak rumit, tapi aku sudah pernah mendapatkannya dulu, jadi aku sudah mengerti. Sepertinya ia belum pernah mendapatkan pelajaran birama sebelumnya, sehingga agak sulit memahaminya. Karena sama-sama tidak mengerti, ia pergi ke teman yang duduk di belakangku yang baru saja dijelaskan oleh guru. Iapun dijelaskan oleh teman di belakangku itu.

Kami baru akan pulang, ketika aku dan seorang teman memutuskan untuk ke toilet dulu. Aku baru sadar saat sudah di tangga, bahwa Re- duduk di samping kakiku. Aku mengenalinya karena kacamata birunya. Keluar dari toilet, ia sudah tidak di sana. Lalu aku melihatnya lagi di depan saat mau keluar. Diam-diam kucuri waktu memandangnya singkat. Ia mengenakan kemeja biru-hitam kotak besar, dengan sepatu yang kuduga berwarna abu-abu.

Pukul 15.30 aku sampai di rumah. Saat menulis ini, semua kejadian terlintas di kepalaku seperti siaran ulang. Tentang Use yang duduk di bangkuku. Dia meminta tisu kepada orang yang sama dengan yang kepadanya dijelaskan mengenai birama musik. Pertanyaan besar di otakku adalah mengapa? Hatiku penuh iri.

Selasa, 29 November 2011

Kemarin aku tidak menulis. Aku tidak melihat Re-. Tak ada interaksi dalam bentuk apapun itu dengan Use. Mungkin karena faktor suaraku yang tidak lantang, serta kesulitan bergaulku, aku susah untuk sekadar berbicara dengannya. Ndak usah ngobrol, natep matanya aja ora iso. Ah, kesal rasanya.
Apa hari ini aku melakukan interaksi dengannya ? Tidak. Lalu apa yang akan kutulis ? Aku melihat Re-. Hari ini aku ulangan perbaikan matematika bentuk akar. Awalnya temanku mengajak untuk pulang saja. Tapi kutolak, mengingat hasil yang kuterima 40-an, belum lagi yang lain kepala 3. Nilai rapor ku bisa hancur. Meskipun aku tidak bisa mengerjakan, aku berharap nilai tambahan karena ada usaha. Ya, kan ? Nah, menunggu gurunya datang, kami berdiri di lorong kelas. Sekali aku menengok ke arah tangga. Lalu menengok ke arah teman yang bersamaku memberinya nama julukan. Dia tersenyum menunjukkan sebaris giginya. Sadar ia tersenyum kepadaku aku tau ada yang tidak beres, Aku kembali menengok lalu melihat Re- disana. Lalu menengok lagi kepada temanku sambil menggerakkan mulut bertanya mengapa. Saat aku kembali melihat ke arah tangga, ia sudah turun. Hanya beberapa detik terjadi. Tapi kuceritakan hingga sepanjang ini. Maaf ya kalau terlalu bertele-tele dan tidak jelas.

Kembali ke pagi hari, saat pelajaran pertama. Olah raga, kami berbaris seperti biasa. Kali ini aku tidak baris di pinggir, melainkan ke tengah. Kejadian yang mirip terjadi. Hanya berbeda subjeknya. Atau objeknya ? Ia berbaris di pinggir, pertemuan baris perempuan dan lelaki. Saat merapat untuk mendengar penjelasan guru, yang di sampingnya bukan aku. Mirisnya, itu dijadikan bercandaan. Aku lupa persisnya apa yang dia katakan. Intinya adalah perempuan itu merupakan pasangannya. Apa karena aku tidak sering merespon dia merasa tidak asik? Padahal aku sangat senang ketika ia berkata rambutku ini artristik. Meskipun aku tidak yakin ia mengerti apa yang ia bicarakan. Aku senang ketika ia membelaku dari teman yang mencelaku helm. Aku bahkan tidak kesal kau panggil aku keras-keras di telingaku. Aku senang menjadi*(sensor)*mu. >.<

Besok sekolah libur, jadi kemungkinan besar tidak ada tulisan. Sekolah diliburkan dalam rangka sehari sebelum ulangan akhir semester. Hanya satu yang ku tunggu dari ulangan akhir ini. Pembagian kelas yang melibatkan 3 angkatan dalam 1 kelas memungkinkanku banyak melihatnya. Kubilang memungkinkan, karena dugaanku kami tidak sekelas. Dia kelas urutan ke dua dan aku pertama. Belum lagi nomor absensi kami yang berkisar belasan memperjauh jarak. Seandainya bisa sekelas dengannya, melihatnya sampai puas dari belakang aku akan semangat mengerjakan ulangan bukan?

Jadwal menuliskan adanya pertandingan olah raga antar kelas selama 2 hari, serta pemutaran film. Pembagian selebaran yang merata dari kelas 1-3 membuatku berpikir kembali 3 angkatan bersama, menonton film. Saat mempunyai idola kakak kelas, inilah yang ditunggu-tunggu. Kegiatan bersama. Semuanya akan lebih nyaman bila tidak ada yang tahu. Tidak seperti sekarang, temanku bertingkah seperti aku sudah mengakui semuanya. Aku kan hanya tersenyum malu.