Senin, 14 November 2011
Hari ini teman baikku berulang tahun yang ke-15. Bersamaan
dengan ulang tahun guru kimia kami. Hubungan kami tidak terlalu baik hari ini.
Entah apa salahku, sepertinya ada yang membuatnya terluka. Maaf teman, aku
tidak memberikan kado atau bahkan hari yang baik pun tidak bisa ku wujudkan.
Hari ini aku mendapat 3 kado. 2 kali bertemu dengannya, dan
ternyata hasil ulangan fisikaku memuaskan. Senangnya.
Pagi hari, di pintu masuk SMA, seorang anak laki-laki
berjaket hitam duduk entah sedang apa. Aku berusaha melihat lebih jelas namun
tidak bisa. Aku mendengar ia berteriak sesuatu. Tapi aku tidak tahu apa
persisnya itu. Saat aku sudah di tangga, ku dengar ia bernyanyi sepenggal lagu
Kerispatih, “Jujur.. aku tak kuasa..”. Suaranya mirip dengan suara Re-. Aku
anggap saja anak berjaket hitam itu Re-.
Siangnya, aku pergi menemani temanku pergi ke kantin saat
istirahat ke-dua. Dalam perjalanan kembali menuju sekolah dari kantin, dari arah
kanan Re- lewat dengan kacamata birunya tanpa ada yang menyadarinya. Aku sempat
curiga bahwa itu hanya imajinasiku saja. Bahkan jika itu hanya imajinasi, aku
senang.
Kamis, 17 November 2011
Pagi ini aku melangkah ke sekolah dengan biasa. Di depanku,
beberapa anak juga sedang melangkah. Mereka yang sudah sampai di depan gedung
SMA belok ke kiri untuk naik, sehingga aku bisa melihat muka mereka. Sebelum
sempat ku perhatikan, salah satu dari mereka menoleh, ternyata Re-. Berjalan
beberapa meter di depanku. Anehnya, saat aku baru akan menaiki tangga, ia
kembali menoleh. Lalu berjalan kembali sambil bernyanyi kecil. Suaranya itu,
wow! Aku harap aku bisa GR( gede rasa), berpikir Re- tahu aku di sana dan ingin
melihatku lagi. Tapi aku lebih curiga kalau ia tahu aku menyukainya. Atau ia
ingin memastikan apa aku anak yang di tangga waktu itu. Tentang di tangga akan
kuceritakan nanti. Maaf ya, aku jadi curhat, bukan menulis. Hehe.
Hari ini aku tidak bicara dengannya. Sekalipun.
Perasaan ini berbeda. Biasanya, aku akan jatuh pada
pandangan pertama, atau paling tidak dalam kesan pertama yang baik. Baik wajah
maupun tingkahnya. Tapi dia, sebut saja Use, memiliki kesan yang buruk. Bahkan
aku tidak sedikitpun sempat membicarakan hal-hal yang buruk tentangnya.
Masalahnya, satu hari, aku pergi ke kantin bersama temanku. Lalu ia di
belakangku berkata, “Mendingan kita ya homo, daripada ni dua, lesbian,”.
Habislah ia ku caci. Seingatku, kami tidak pernah berkomunikasi dalam bentuk
apapun. Dari semua teman mainnya, ia yang paling tidak ku sukai. Waktu berlalu
dan aku bahkan lupa kejadian itu dan kebencianku.
Suatu hari, pelajaran sosiologi tidak ada guru. Kami di beri
tugas kelompok. Aku berdua temanku belum mendapat kelompok. Sementara semua
sudah berkelompok, 2 dari kelompok kekurangan 1 orang. Mau tidak mau kami harus
berpisah untuk mendapat nilai. Temanku memilih kelompok perempuan, sehingga aku
menjadi bagian kelompok dia dan teman-temannya. Karena tidak tahu apa yang
harus dibicarakan, aku diam saja. Dia yang tahu aku diam bertanya,”(namaku) kok diem aja ?”. Aku hanya
mengangguk. Dia mendapat nilai plus dariku, setelah sebelumnya minus semua.
Teman seperjalananku kali ini hanya 1. Ada yang di jemput,
ada yang mengikuti ekstrakulikuler voli. Sementara berdua mencari angkutan,
sebuah M.11 nge-tem di depanku. Kami
baru akan menaikinya, lalu kami melihat Use dan temannya di dalam sana. Kami
tidak jadi naik angkutan itu. Aku berharap kami terpaksa naik angkutan itu
kalau tahu ia tidak pernah berbicara denganku lagi. Aku hanya mau tahu, apakah
di dalam angkutan umum yang tidak ada yang lain selain 2 teman dia akan
berbicara padaku ? Apa semua tingkah diamnya karena temanku ? Suatu kali, saat
ia memanggilku, yang kuduga untuk di isengi lagi, temanku menarik tanganku dan
melarangku menoleh. Lalu temanku berkata untuk jangan ganggu aku karena aku
sudah ada yang punya, nanti pacarku marah lho. Begitu katanya sambil cengengesan.
Aku tidak membantahnya karena aku pikir itu tidak penting. Lagipula aku juga
penasaran dengan reaksinya. Itu adalah kali terakhir ia bicara padaku atau
sekedar memanggilku sampai tulisan ini di buat.
Jumat, 18 November 2011
Hari ini berlalu lagi tanpa aku melihat Re- sekalipun.
Pelajaran ke lima kami adalah pembangunan karakter, semacam
budi pekerti. Aku bisa mengerti mengapa mereka memasukkan dua jam pelajaran
jiwa dalam seminggu. Usia kami adalah usia pencarian jati diri. Akupun masih
mencari identitas, akan jadi apa aku nanti. Dalam kelompok yang sudah di
tentukan kami di minta membahas tentang apa itu cinta Tuhan, keluarga, teman,
dan lingkungan serta prakteknya. Kelompokku membahas tentang cinta Tuhan.
Seorang teman dari Use, sebut saja namanya Lee, satu kelompok denganku. Kami
bahkan sempat main jempol ber-empat. Pembahasan kami di selingi candaan Lee.
Kesanku tidak buruk padanya, ia cukup ramah padaku. Dalam canda dan obrolannya,
kadang ia menatapku. Aku mengerti itu adalah kontak mata, cara untuk
berkomunikasi yang baik. Aku menggunakannya sebagai perbandingan tatapannya
dengan Use. Memang konteksnya berbeda, Lee menatapku dalam rangka mengajakku
bicara. Sementara Use menatapku untuk mengisengiku. Tapi aku malah tidak bisa
berhenti memandangnya. Entah sebagai penyelamatku atau apapun itu.
Perjalanan kembali ke sekolah dari lab bahasa Inggris, aku
terlalu semangat menceritakan final test yang baru ku kerjakan kepada temanku.
Tanganku yang bergerak-gerak bebas mengenai Use yang sedang menggotong tape sendirian. Ia menoleh padaku. Aku
berkata,”sori” padanya, tidak sampai sedetik kemudian ia berjalan kembali
seakan tidak ada yang terjadi. Aku bingung dengan sikapnya yang terlalu tidak
perduli padaku.
Dia sudah punya pacar. Seorang gadis putih yang cantik dan
katanya pintar. Aku melihat foto-fotonya. Aku ingin berharap, tapi takut. Biar
ku mimpikan saja pria itu, sampai aku dapat pria lain yang bisa ku harapkan.
Untuk sekarang, aku akan memikirkannya sampai bosan, lalu melupakannya. Ia
hanya akan mendapat reward dari
diriku karena sudah memenangkan hatiku hanya dengan menatapku, sementara yang
lain perlu wajah yang menarik buatku, prestasi, dan sejuta harga lainnya.
Sebenarnya ia hanya berusaha untuk menolongku, dengan menatapku. Harusnya aku
berterimakasih banyak, bukan jadi lupa diri. Tanpa dosa aku ingin mendekatinya,
ingin di panggilnya dan di gombalinya. Untuk saat ini aku hanya akan mendengar
suaranya dari balik punggungku, dan melihatnya sekilas tanpa berminat
membicarakannya. Aku harap aku bisa. Suatu saat, penolongku, aku akan
mengenangmu.
Selasa, 22 November 2011
Singkat saja. Pagi ini, sekitar pukul 06.15 aku sedang di
atas sepeda motor yang dikendarai ayahku, ketika aku melihat Re- dengan
kacamata birunya berjalan di trotoar.
Aku memandanginya sampai kami hampir sejajar. Lalu aku menatap ke arah lain,
karena sepertinya ia merasa diperhatikan juga.
Rabu, 23 November 2011
Kau buat aku berhenti memikirkan Re- dengan sibuk
memikirkanmu.
Aku sangat ingin berbincang denganmu, bermain denganmu, dan
tertawa bersamamu. Tapi aku bahkan takut untuk melihat matamu. Aku takut
memikirkanmu lagi. Baru saja aku perlahan berhenti.
Kau bertanya nomor ponselku ? dengan senang hati kuberikan.
Jangan lupa sms ku. Oh, kau juga yang membuatku berpikir untuk berpindah merk
ponsel ke blackberry, untuk bisa bbm-an denganmu. Alamat rumahku ? Searah
dengan teman dekatmu. Andai kau yang searah denganku, pasti asyik. Hehehe
Kamis, 24 November 2011
Lalu di komputer belakangku dibuka-buka foto anak kelas kami
sendiri-sendiri. Dulu digunakan untuk tugas pertama pelajaran komputer. Saat sampai di fotoku, Use
berkata, “Eh, *(sensor)* gue tuh,” aku
sedikit senang, walau foto itu sangat memalukan. Oh, akhirnya aku sempat
mengirim foto paparazzi oleh temanku saat latihan drama beberapa waktu lalu ke
ponsel ku.
Saat pulang, aku melihat Re-. Temanku akan mendorongku
ketika di tangga sampai ia menyadari keberadaan Re-, jadi temanku mendorongku ke arah lain.
Di bawah, temanku yang lain membisikkanku begini,” Geli deh si (namanya) tadi kaya
gini (memperagakkan menyisir rambut dengan jarinya). Mentang-mentang di depan
kelas 10 kali ya,”. Yang membuatku bertanya-tanya, mengapa ia tidak bergaya di
depanku? Seandainya ia menebar pesonanya di depanku, aku akan dengan senang
hati terpesona.
Jumat, 25 November 2011
Selamat Hari Guru!
Dalam rangka Hari Guru, kami diperbolehkan menggunakan
pakaian bebas sopan. Aku mengenakan kaus merah berkerah dengan celana jins
panjang berwarna cokelat dengan model ketat dan mengecil di bagian bawah. Aku
tidak tahu persis nama modelnya, entah skinny
atau apalah itu. Sepatu vantovel
(aku tidak tahu ejaan yang benar) berwarna kuning, sepadan dengan jam tangan
dan tasku. Use memakai kemeja kotak kecil berwarna biru-putih. Ia memotong
rambutnya. Apa untuk melupakanku? Tertawalah pada leluconku.
Pelajaran pembangunan karakter, kelompok yang kubahas minggu
lalu mendapat giliran untuk maju. Aku hanya menampang, tanpa berkata sepatah
katapun. Lalu untuk tisu, Use ke bangkuku meminta kepada teman yang duduk di
belakangku. Sekali lagi, di bangkuku. Usai maju, aku kembali ke bangkuku
memutar lewat jalan menuju bangku di sebelahku.
Belum sampai ke bangkuku, ia sudah berdiri beranjak kembali ke
bangkunya.
Pelajaran seni musik, kami membahas birama di setengah jam
terakhir. Memang agak rumit, tapi aku sudah pernah mendapatkannya dulu, jadi
aku sudah mengerti. Sepertinya ia belum pernah mendapatkan pelajaran birama sebelumnya,
sehingga agak sulit memahaminya. Karena sama-sama tidak mengerti, ia pergi ke
teman yang duduk di belakangku yang baru saja dijelaskan oleh guru. Iapun
dijelaskan oleh teman di belakangku itu.
Kami baru akan pulang, ketika aku dan
seorang teman memutuskan untuk ke toilet dulu. Aku baru sadar saat sudah di
tangga, bahwa Re- duduk di samping kakiku. Aku mengenalinya karena kacamata
birunya. Keluar dari toilet, ia sudah tidak di sana. Lalu aku melihatnya lagi
di depan saat mau keluar. Diam-diam kucuri waktu memandangnya singkat. Ia
mengenakan kemeja biru-hitam kotak besar, dengan sepatu yang kuduga berwarna
abu-abu.
Pukul 15.30 aku sampai di rumah. Saat menulis ini, semua
kejadian terlintas di kepalaku seperti siaran ulang. Tentang Use yang duduk di
bangkuku. Dia meminta tisu kepada orang yang sama dengan yang kepadanya
dijelaskan mengenai birama musik. Pertanyaan besar di otakku adalah mengapa?
Hatiku penuh iri.
Selasa, 29 November 2011
Kemarin aku tidak menulis. Aku tidak melihat Re-. Tak ada
interaksi dalam bentuk apapun itu dengan Use. Mungkin karena faktor suaraku
yang tidak lantang, serta kesulitan bergaulku, aku susah untuk sekadar
berbicara dengannya. Ndak usah ngobrol,
natep matanya aja ora iso. Ah, kesal rasanya.
Apa hari ini aku melakukan interaksi dengannya ? Tidak. Lalu
apa yang akan kutulis ? Aku melihat Re-. Hari ini aku ulangan perbaikan
matematika bentuk akar. Awalnya temanku mengajak untuk pulang saja. Tapi
kutolak, mengingat hasil yang kuterima 40-an, belum lagi yang lain kepala 3.
Nilai rapor ku bisa hancur. Meskipun aku tidak bisa mengerjakan, aku berharap
nilai tambahan karena ada usaha. Ya, kan ? Nah, menunggu gurunya datang, kami
berdiri di lorong kelas. Sekali aku menengok ke arah tangga. Lalu menengok ke
arah teman yang bersamaku memberinya nama julukan. Dia tersenyum menunjukkan
sebaris giginya. Sadar ia tersenyum kepadaku aku tau ada yang tidak beres, Aku
kembali menengok lalu melihat Re- disana. Lalu menengok lagi kepada temanku
sambil menggerakkan mulut bertanya mengapa. Saat aku kembali melihat ke arah
tangga, ia sudah turun. Hanya beberapa detik terjadi. Tapi kuceritakan hingga
sepanjang ini. Maaf ya kalau terlalu bertele-tele dan tidak jelas.
Kembali ke pagi hari, saat pelajaran pertama. Olah raga,
kami berbaris seperti biasa. Kali ini aku tidak baris di pinggir, melainkan ke
tengah. Kejadian yang mirip terjadi. Hanya berbeda subjeknya. Atau objeknya ?
Ia berbaris di pinggir, pertemuan baris perempuan dan lelaki. Saat merapat
untuk mendengar penjelasan guru, yang di sampingnya bukan aku. Mirisnya, itu
dijadikan bercandaan. Aku lupa persisnya apa yang dia katakan. Intinya adalah
perempuan itu merupakan pasangannya. Apa karena aku tidak sering merespon dia
merasa tidak asik? Padahal aku sangat senang ketika ia berkata rambutku ini
artristik. Meskipun aku tidak yakin ia mengerti apa yang ia bicarakan. Aku
senang ketika ia membelaku dari teman yang mencelaku helm. Aku bahkan tidak kesal kau panggil aku keras-keras di
telingaku. Aku senang menjadi*(sensor)*mu.
>.<
Besok sekolah libur, jadi kemungkinan besar tidak ada
tulisan. Sekolah diliburkan dalam rangka sehari sebelum ulangan akhir semester.
Hanya satu yang ku tunggu dari ulangan akhir ini. Pembagian kelas yang
melibatkan 3 angkatan dalam 1 kelas memungkinkanku banyak melihatnya. Kubilang
memungkinkan, karena dugaanku kami tidak sekelas. Dia kelas urutan ke dua dan
aku pertama. Belum lagi nomor absensi kami yang berkisar belasan memperjauh
jarak. Seandainya bisa sekelas dengannya, melihatnya sampai puas dari belakang
aku akan semangat mengerjakan ulangan bukan?
Jadwal menuliskan adanya pertandingan olah raga antar kelas
selama 2 hari, serta pemutaran film. Pembagian selebaran yang merata dari kelas
1-3 membuatku berpikir kembali 3 angkatan bersama, menonton film. Saat
mempunyai idola kakak kelas, inilah yang ditunggu-tunggu. Kegiatan bersama.
Semuanya akan lebih nyaman bila tidak ada yang tahu. Tidak seperti sekarang,
temanku bertingkah seperti aku sudah mengakui semuanya. Aku kan hanya tersenyum
malu.