Sabtu, 30 Juni 2012

Mimpi (lagi)



Kamis, 21 Juni 2012

Semalem gue mimpi! Bukan tentang Re-. Ini tentang Oni.

Mimpinya panjang, dan cerita awalnya ga bisa gue ceritain, karena kapayahan otak gue. Pokoknya suasana kelas baru itu seperti pertokoan di Mangga Dua, cuma ini sederet paling 2 toko. Gue pergi ke tempat lain dulu karena kaget setelah melihat adik temen gue yang masih kecil merokok. Gue pergi ke satu anak dan parahnya gue lupa siapa dia. Balik-balik gue sadar gue uda telat di hari pertama gue sekolah. Melihat ke satu kelas, itu guru BI gue kelas 10. Oh, pelajaran pertama gue olah raga. Gue ke kelas sebelahnya. Gue mencari-cari, lalu Oni keluar dan memberikan secarik kertas kecil. Gue mengetahui itu sebagai tugas pertama yang harus di lakukan. Menggambar beberapa orang yang di tentukan. Gue tahu tugas itu bener-bener ga ada hubungannya sama olah raga, tapi itulah kenyataannya. Eh, mimpinya. Balik ke mimpi gue, gue menerima kertas pekerjaan Oni dengan terisak lalu menangis keras karena terharu. Karena sedih bahwa gue ga akan melihat dia lagi dalam keseharian di sekolah. Gue ga bisa diskusi soal fisika lagi. Gue ga bakal di ikutin dia lagi ke toilet. Ga akan ada yang mengetuk-ngetuk pintu kabis toilet saat gue di dalamnya. Ga ada lagi anak yang mengenalkan gue pada lagu barat yang sedang nge-trend. Gue bener-bener ga boong. Beberapa hari setelah ia mengenalkan gue pada satu lagu, temen-temen sekelas akan beramai-ramai menyanyikannya, TV juga memutarkan pada siarannya. Ga ada lagi wanita yang bersuara paling keras di kelas. Ga ada lagi anak yang mampu menghadapi kemarahan kakak kelas. Anak itu, Oni. Setahun bersama gue yakin gue akan merasa kehilangan. Dia yang membantu gue bergaul. Dia yang sempat gue iri-in karena lebih dekat dengan anak-anak sekelas. Bahkan gue sempet berpikir bahwa Tha, seorang yang dulu pernah gue sebut-sebut yang akhir-akhir ini bersikap baik padaku itu adalah pintaan Oni. Tha yang merasa aneh dengan perilaku gue lalu di jawab Oni dengan membela gue habis-habisan. Bahkan menyarankan gue untuk bersikap baik pertama terhadap gue. Atau Oni menyadari rasa iri gue saat dia bersama Tha lalu dengan sesuatu yang tidak gue duga Tha beralih ke gue. Well, itu cuma bayangan gue. Tapi memang mencurigakan sih, soal Tha yang ramah itu.

Oni yang merendahkan dirinya, menghadapi gue yang sering sensitif ga ketulungan. Marah pada hal-hal kecil, ngambek pada suatu yang sepele. Egois, pemarah, selalu mau menang sendiri itulah gue. Tepatnya gue terhadap Oni. Banyak hal yang gue sesali telah melakukannya kepada Oni. Tapi bahkan rasanya terlalu drama buat gue bilang hal-hal semacam itu pada Oni. Gue mengakui gue banyak melakukan kesalahan. Banyak melakukan yang tidak seharusnya gue lakukan, kepada teman yang baik buat gue. Ini terlalu cepat buat perpisahan. Gue bahkan ga bisa menebusnya dengan melakukan hal-hal yang baik kepadanya setahun kedepan. Gue mungkin pernah menyesal telah memberitahukan soal Re- kepada Oni, dan bahkan mengatakan kepadanya bahwa aku melakukannya dengan terpaksa. Oke, gue jahaatttt banget. Gue sama sekali ga menganggap dia teman terdekat. Meski begitu, dari antara semua teman gue yang lain, hanya dengan Oni gue mampu memuji-muji Re- secara nyata. Bukan hanya lewat tulisan semata yang ga di baca siapapun. Bahwa Re- itu keren, kayanya dia yang pertama denger dari mulut gue. Kalo mulut gue ga terlalu rancu dan ga merasa ini terlalu lesbian, gue mau bilang ke Oni bahwa berbahagialah karena dia yang pertama tahu bahwa gue menyukai Re-, selain Tuhan, gue, dan otak gue sendiri. Mungkin bagi lo ini ga berarti. Tapi kalau nanti gue menyukai seseorang lagi, apa lo mau tau lagi? Kata sebuah drama Korea yang lumayan anyar, kenangan adalah sebuah media bersama orang yang kita inginkan. Apabila kenangan itu tidak ada, kita tidak akan bersama dengannya selamanya. Gue ga tau apa yang akan Oni lakukan terhadap kenangan gue dengannya. Mungkin baginya ini pahit dan ga pantas di kenang. Dia hanya mengenang kelas 10 tanpa gue. Tapi bagi gue, setahun itu waktu yang cukup banget, buat gue sayang sama lo. Lo udah hampir nyaingin Re- dengan membuat gue menulis tentang lo satu setengah halaman a4. Meski temen-temen sering merespon negatif tentang lo, gue tetep sayang sama lo. Sama dengan Jae. Gue hanya tidak suka dengan cara gue. Jalan gue. Bukan lewat gosip yang beredar tentang lo, tapi dengan pengalaman gue. Tapi ketidak sukaan gue bukan berarti gue membenci kalian. Kalian teman terbaik gue di kelas 10. Kalian nyambung saat becanda dengan gue. Menemani gue di sudut kelas. Tentu ini cuma diksi, karena pada kenyataannya sudut kelas adalah tempat anak eksis.

Senin, 25 Juni 2012

Semalem gue mimpi lagi. Gue sendiri merasa bahwa gue tukang mimpi. Entah sengaja maupun tidak.

Di sebuah tempat yang menurut gue sekolah, karena kami mengenakan seragam, tapi suasanannya bukan di sekolah gue sekarang. Seperti biasa, gue berjalan bersama Oni di samping gue. Lalu di depan kami berdiri Re- dengan teman-temannya. Anehnya, di sana Re- sangat pendek sampai lebih pendek dari gue. Ini bener-bener salah. Lanjut, di ujung jalan gue berhenti sebentar, berharap Re- berjalan melewati gue. Tapi karena Re- ga lewat-lewat, gue putuskan untuk melanjutkan berjalan. Sepertinya ia tengah mengurus ijazahnya, begitu pikir gue di sana. Gue naik ke atas, ke ruangan yang gue tuju. Gue ga yakin itu kelas karena lapangan olah raga sampai toilet ada di sana. Lebih mengejutkan lagi, Re- udah duduk di sana. Entah gimana, gue akhirnya duduk di deket Re-. Gue minum air mineral dengan mengangkat botolnya tinggi-tinggi. Sampai di suatu topik Re- bicara, gue tanpa menurunkan botol itu dari ketinggiannya melirik Re- dari atas. Kejadian itu berlangsung 2 kali. Lalu mereka beserta gue pindah ke tempat lain. Tentu di sana gue bukan yang tidak mengenal siapa-siapa. Ada seorang teman di samping gue meski gue ga tau siapa. Atau gue merasa tidak asing di sana. Hal yang sama kembali terjadi. Kayanya maksud gue begitu karena gue cuma mau lihat dia deh. Tapi Re- malah marah. Tiba-tiba Re- duduk di tempat seperti meja guru dan duduk di sana tanpa melakukan apa-apa. Pokoknya Re- marah. Teman dekat Re-, sebut saja putih menyuarakan ketidaksetujuannya atas sikap gue. Mendapatkan segala tekanan, gue merasakan sedih. Tiba-tiba di kenal oleh pujaan dengan cara yang tidak baik. Citra gue juga buruk banget. Gue menatap Re- yang duduk di meja guru tersebut. Gue merasakan dorongan untuk meminta maaf langsung kepadanya, tapi tentu keberanian itu tidak ada. Gue galau sendiri menunggu waktu yang tepat ketika keberanian itu datang. Tapi sebelum saat itu datang, gue keburu bangun.

Gue ga terlalu semangat dengan mimpi ini. Entah. Apa gue sudah mengubur Re- tanpa gue sadari?