Kamis, 05 April 2012

sotoy


Senin, 2 April 2012

Ya, gue semakin meragukan Oni. Tadi guru Bahasa Indonesia ngebahas tentang pidato kakak kelas kemarin kan, katanya gerakan kaki yang di langkah ke-tiga mutar balik itu sangat baik untuk dilakukan di atas panggung. Gue nengok ke Oni sambil nutup mulut dengan tangan. Gerakan itu mirip dengan kelakuan Re- waktu dulu. Kami duga guru itu membicarakan Re-. Setelah kami mendesak siapa gerangan, guru menyebutkan bahwa ia sempat menjadi komandan upacara. Teman lain merespon lugas dengan menyebut “Re- ya, pak?” Lalu pak guru menyebutkan bahwa yang beliau maksud bukan Re-. Dan Re- dalam penampilan pidatonya kurang memuaskan. Sepanjang guru mengatakan itu semua, Oni dengan tidak santai memanggil-manggil gue. Perlu ditekankan kembali bahwa suara Oni itu berpotensi besar, dan ia menggunakan cukup banyak potensi itu. Jumlah anggota kelas yang tidak banyak meyakinkanku bahwa yang terpojok sekalipun mendengarnya. Lagipula kelas tengah diam mendengar ulasan guru jadi panggilan Oni pasti sangan mencolok. Oni, jangan terus bikin gue menyesal. Gue suka saat-saat kita tertawa diam-diam membicarakan Re-. Atau nge-goda gue dengan Re- tanpa seorangpun yang denger. Tapi bukan pengumuman Oni. Perlukan gue jujur? Gue cuma bakal lo cap sebagai seorang yang berlebihan dan ngambekan. Dan lo hibur gue dengan ga ada seorangpun yang nyadar. Woi. Gue itu selalu memposisikan diri menjadi orang lain. Ketika gue melihat kelakuan lo dalam diri orang lain, bahkan sekedar curiga itu uda muncul di otak gue. Tinggal 2-3 kejadian yang mendukung, gue bisa menyatakan sebuah fakta yang mereka bicarakan. Gue bahkan bingung mau marah atau nangis. Rasanya gue mau marah dan nangis di hadapan lo, supaya lo tau.

Rabu, 4 April 2012

Dari Selasa dan Rabu cukup banyak yang mau gue ceritain. Berhubung ingatan gue macem mas koki yang cuma 5 sekon, gue akan mencatat beberapa yang membekas.

Yul menceritakan mimpinya semalam. Dia cerita hari selasa. Dia mimpi bertemu artis pujaannya dan segala kisah cinta mereka berdua. Teman-teman menimpali, bahwa ketika kita memimpikan seseorang, maka seseorang itu sedang merindukan kita. Yang ini jauh dari logis, dan kalaupun memang ada kenyataan seperti itu, teori itu tidak bisa dilekatkan pada setiap individu. Tidak masuk akal bagi seorang merindukan orang yang tidak ia kenal. Yang lain menambahkan bahwa ketika kita memimpikan seseorang, arwah kita(pemimpi dan yang di impikan) tengah bermain bersama. Ini cukup bisa di terima. Yang jadi masalah ketika yang di impikan tidak memimpikan kita. Berarti terjadi perbedaan dan teori dikatakan gagal.

Kalau soal arwah yang bermain bersama memang belum pernah gue coba buktikan. Tapi gue asumsikan itu bener, berarti beberapa kali arwah gue bersama Re-. Di satu sisi gue kesenengan karena baru mimpi indah. Di sisi lain Re- yang terjaga sangat shok dengan apa yang ia impikan. Bersama seorang yang tidak ia kenal. Yah meski Re- yakin pernah melihat gue. Kalau dia ingat.

Tadi sekejap setelah bel istirahat kedua, Jae berangkat turun untuk memfotokopi tugas fisika sekelas. Gue dan Oni turut beranjak karena bosan. Gue mendengar risuh-risuh dari deket jendela memanggil “Oni mau kemana?”. Mata mereka juga memandang kami (Oni) tapi gue ga yakin dengan pendengaran gue. Jadi gue abaikan saja. Jika pendengaran gue ga salah, gue cukup tersinggung di sini, karena hanya Oni yang disebut. Gue mana? Rasanya semakin hari posisi gue semakin terpuruk dalam sosial. Salah gue apa? Gue sempet pengen marah, sekaligus sadar itu sama aja menangis minta teman. Boro-boro pacar. Temen aja susah. Gue bukan pengen jadi eksis. Cuma pengen bisa nyambung dengan semua cewek di kelas gue. Hahh.

Gue uda mastiin ke temen gue tentang kisah teman kami yang waktu itu menyukai kakak kelas. Gue rasa kalau gue buka di post yang dulu-dulu masih ada kisahnya. Kalo gue ceritain. Gue kaya tiba-tiba inget dari lupa atau gimana ga tau tentang salah seorang yang hampir membuat si pujaan tahu. Temen kami ini jalan di depan dan kami di belakang. Dari dekat sana, pujaan teman kami itu berdiri dan Oni ribut sendiri. Ea ea lah, cie cie segala macem. Temen kami itu malu dan hampir merasa kalau si pujaan menyadari perasaannya. Kalau saja gue inget itu semua sebelum memutuskan untuk cerita ke Oni, sampe sekarang Oni masih belum tau pasti. Waktu itu kan gue nyeritain ke Oni dalam rangka menyelamatkan hubungan kami. Gue ga mau jadi temen yang ngambekan, jadi gue gunakan rahasia itu untuk baikan. Seperti sesuatu yang klise, gue menyesal.

Gue sedikit banyak bingung dengan ranah musik Indonesia belakangan. Kelompok homogender yang berlomba menyanyi sambil menari. Gue menganggapnya sebagai pengaruh Korea yang tengah happening banget, bukan cuma Indonesia, karena Thailand, Singapore, sampai Perancis turut pula. Gue menikmati beberapa dari mereka, karena menarik. Tadi gue uda nulis panjang lebar tentang ini, tapi sadar gue ngelantur jauh dan bukan peran gue untuk mengomentari seperti itu. Jadi singkat aja, gue menyarankan sebagai pengamat cilik musik Indonesia. Dari kesimpulan yang gue tarik, boy/girlband Indonesia yang 'terinspirasi' Korea ataupun Barat cenderung meniru konsep penampilan dibanding jadwal latihan. Seperti yang gue bilang, gue menyimpulkan sesuka hati gue, jadi maap kalau ada yang tersinggung. 

Sesuatu yang gue percayai musik Korea punya, yang ga dimiliki Indonesia. Totalitas. Melakukan yang terbaik. Memberi yang terbaik. Bukan menerima yang terbanyak. 

Oke, selesai tulisan sotoy gue.