Sabtu, 15 Februari
2014
Bukan, bukan cerita
soal Valentine. Kemarin yang gue lakukan hanya menghapal kalimat pidato sampai
hampir mati. Tapi ternyata gue metik buahnya juga. Menurut beberapa anak,
pidato gue yang paiing bagus dari antara 15 anak pertama. Yah, bukannya
sombong. Gue hanya berpikir itu sudah sepantasnya mengingat seharian,
bener-bener seharian gue cuma ngoceh-ngoceh pidato. Kalau sampai pidato gue remedial,
..gue ga berani juga sih bilang Tuhan itu kejam.. yah intinya upah minimum yang
harus gue terima adalah, ga remedial. Plis, kalo remedial di depan kelas 10
men. Ciut gue.
Ga terasa, sekitar 2
bulan lagi gue melakukan ujian nasional. Artinya, gue akan mengakhiri masa SMA
gue.
Balik lagi ke soal
pidato. Gue harus mengakui, kalau kepercayaan diri gue untuk menampilkan yang
terbaik sebisa gue itu pengaruh dari Re- juga. Omong-omong, kemarin ini Re-
sekitar sebulan ke Jakarta, tanpa gue tahu tiba-tiba ia sudah kembali ke Yogya.
Lalu gak lama Gunung Kelud mengeluarkan abunya. Balik lagi ke soal pidato
(lagi), gue mengadopsi cara yang digunakan Re- dalam berbicara di depan. Yaitu
dengan melangkah. Terbukti, saat gue pidato sambil melangkah gue jauh lebih tenang.
Dalam arti gue dapat menyampaikan apa yang harus gue sampaikan. Gue cenderung
lupa kalau diam. Jadi kalau ada kesempatan untuk mengucapkan terima kasih atas
keberhasilan gue yang biasanya bacot di tulisan doang, pertama gue akan bilang
Tuhan YME, karena kekuatannya gue bisa begini. Kedua, keluarga. Mereka banyak
men-support dan memberi masukan. Ketiga, Re-. Ya, cara gue bisa pidato kan dari
dia. Ke empat baru temen-temen gue. Hehehe.